Tuesday, May 30, 2006

Tersulit


Sekolah-sekolah masa kini punya banyak klaim untuk menjadi paling istimewa. Mulai dari klaim berfasilitas lengkap, bilingual, trilingual, menggunakan metode belajar kreatif, multiple intelligence, hingga menggunakan kurikulum internasional.

Tak ada yang salah menurut saya, semua itu bisa dipenuhi dengan cukup mudah.

Satu klaim yang juga sering muncul adalah, kami menganggap setiap anak sebagai individu yang unik.

Menurut saya, klaim terakhir ini sulit sekali dilakukan. Jauh lebih mudah dan sederhana kalau semua anak sama saja, sama pintar dan penurutnya.


Tapi... pasti kelas saya jadi super membosankan. Mungkin saya jadi tidak tertarik lagi jadi guru.

Saturday, May 27, 2006

Siap atau tidak...

Dua minggu menjelang akhir tahun ajaran membuat saya sakit perut. Saya tidak berhenti-henti bertanya, apakah mereka sudah siap atau belum naik ke kelas tiga.

Siap tidak ya?
Siap tidak ya?
Siap tidak ya?
Siap tidak ya?

Bu Novi, mata kedua saya di kelas, menertawakan saya. Katanya saya selalu seperti itu bahkan setiap akhir kuartal, merepet sendiri.

Saya tidak henti-henti mengedarkan pandangan ke setiap anak di kelas dan mengkhawatirkan mereka. Bahkan saya mengkhawatirkan Riri. Mungkin seperti ini rasanya jadi ibu yang anaknya mau masuk sekolah setelah tergantung sekian lama pada ibu seorang.

Rasa enggan berpisah muncul sesuai jadwal. Lebih tepat waktu daripada tenggat saya menyelesaikan rapor.

Saya masih ingat bagaimana saya malas bangun tidur dan berangkat ke sekolah saking badungnya anak-anak ini awal tahun ajaran lalu. Saya juga belum lupa bagaimana saya harus keluar kelas lima menit untuk menenangkan diri karena 'rasa'nya sudah sampai di ubun-ubun. Dulu saya pikir saya tidak cocok dengan mereka. Kami bertengkar terus setiap hari. Saya sampai malas membuat tulisan di blog ini.

Sekarang kami sudah lumayan berteman baik.
Zaky sudah mau memberi saya bunga kamboja.
Adinda sejak kemarin tidak berhenti bertanya, bu jadi guru enak tidak? Bu enak mana mengajar anak-anak atau melakukan pekerjaan yang pulang sekolah? Apa enaknya jadi guru, bu?
Dhiadri berpikir saya membuat lelucon yang bagus.
Saya sudah merasa nyaman mengungkapkan rasa apapun pada mereka, bahkan cemberut dan tertawa dalam selang detik tanpa takut kehilangan rasa percaya.

Lalu tiba-tiba, anak-anak sudah tumbuh sepuluh senti lebih tinggi. Acara ulang tahun di tahun ajaran ini sudah tamat. Sudah waktunya berpisah lagi.

Saya kembali bertanya-tanya, apakah benar mereka sudah siap naik ke kelas tiga? Jangan-jangan saya tidak memberikan apa yang seharusnya saya berikan, dan mereka kewalahan di kelas berikutnya. Aduuuh....

Wednesday, May 24, 2006

Kenal Baik

Saya heran bagaimana anak-anak di kelas bisa mengenal saya begitu baiknya. Mereka tahu apa yang membuat saya tertawa dan marah. Mereka hafal betul apa yang akan saya lakukan untuk merespon tingkah laku mereka. Kadang-kadang, mereka memanfaatkan itu dengan sangat baik.

Kemarin, salah seorang anak di kelas saya dengan sengaja mengganggu temannya selama kami bersiap-siap pulang. Temannya sudah mulai marah. Setelah dua kali memperingatkan, tangannya tetap usil, saya memintanya menunggu sebentar sampai semua teman-temannya pulang, baru ia bisa pulang. Alasannya sesederhana ini: kalau kamu tidak bisa menahan diri untuk tidak menggangu orang lain, bu tia akan membantu membuatnya lebih mudah. Kalau tidak ada teman, tidak perlu menahan diri untuk tidak menggangu, bukan?

Saya pikir ia sudah berlari ke aula, tetapi ketika saya keluar kelas, ia ada di depan pintu menunggu saya. Ternyata ia ingin mengatakan sesuatu yang ia tidak ingin teman-temannya tahu. Ia tidak ingin teman-temannya lalu bertanya ada apa.

Dalam sekejab saya langsung tahu apa maksudnya iseng pada teman-temannya. Saya jadi tahu juga tatapan mata tanpa rasa bersalah yang dipamerkan pada saya ketika saya menyuruhnya tinggal.

Lalu, saya terharu karena setelah sekian lama, ia percaya pada saya.

Sunday, May 21, 2006

Dibiarkan tidak ya?

Kadang-kadang susah juga meninggalkan kebiasaan saya yang ingin serba "seharusnya" dan "ditempatnya" ketika di kelas. Saya jadi sering berpikir dua kali.

Riri mencampur-campur seisi palet cat air, membuat warna hijau pupus, membuat warnca coklat susu, dan seterusnya. Padahal saya benar-benar menghitung jumlah cat air yang saya ambil dari lemari penyimpanan sekolah.

Dibiarkan tidak ya?


Sekelompok anak laki-laki mengambil setumpuk buku hardcover yang mahal-mahal. mereka mulai membangun jembatan dan gedung bertingkat. Mereka menghancurkannya, lalu tertawa cekikikan. Saya khawatir ada lembar-lembar yang kusut atau lepas.

Dibiarkan tidak ya?


Waktu makan siang, anak-anak saling bertukar makanan dan membuat makanan versi baru; seperti makan kentang goreng dengan selai. Puding dengan nasi. Telur dengan mana saya tahu makanan apa lagi. Meja belepotan, wajah-wajah mereka berkernyit merasakan taste yang aneh. Tapi wajah-wajah itu kelihatan puas.

Dibiarkan tidak ya?


Anak-anak menemukan bahwa bermain ski dengan piring kertas adalah super duper menyenangkan. Apalagi kalau dilakukan di lantai yang datar dan rata. "Halaman bermain" kami terbuat dari kayu, datar, rata, dan mahal sekali karena dilapis berkali-kali. Tidak boleh tergesek-gesek karena bisa lecet lantainya.

Dibiarkan tidak ya?


Adinda menemukan bahwa mesin pel yang berat dan besar itu menyenangkan, karena rasanya seperti mengendalikan mobil listrik. Ia ngotot mau membantu pak cleaning service untuk memoles lantai kayu.

Dibiarkan tidak ya?


Saya perlu waktu beberapa menit untuk menimbang dan memutuskan apakah hal-hal itu saya biarkan atau tidak. Biasanya saya menurunkan standar kepantasan saya. Lalu saya biarkan mereka melakukan apa yang mereka lakukan.

Kadang-kadang... ada orang lain yang datang dan menghentikan mereka.

Wednesday, May 17, 2006

Perlahan

Tidak semua anak di kelas saya tampak berkilau. Beberapa anak berjuang keras untuk dapat memenuhi setiap tujuan kegiatan di kelas. Zaky, adalah salah satunya. Dengan kesulitan belajar yang ia miliki, hampir semua kegiatan adalah tantangan. Hal-hal wajar yang dilakukan teman-temannya bisa jadi adalah sebuah pencapaian yang besar baginya. Kadang-kadang, kalau Bu Tia lupa memakai kaca pembesar, bisa jadi saya melewatkan pencapaian luar biasa itu.

Hari-hari sepi seperti tiga hari terakhir ini sungguh saya nikmati bersama Zaky. Ia senang, karena katanya kelas tidak berisik dan Bu Tia tidak perlu mondar-mandir. Ya, saya hanya perlu duduk di sebuah meja berkursi empat. Cukup untuk seisi kelas. Setiap anak pun mengerjakan tugasnya sendiri-sendiri, sesuai kecepatannya masing-masing.

Tiga hari ini baru saya sadari bahwa Zaky sudah berkembang jauh dari skeptisme kami, guru-gurunya selama ini. Ia masih berjuang untuk membaca dengan lancar, tetapi bagaimana saya tidak terkagum-kagum ketika ia menyelesaikan ilustrasi untuk delapan alinea bacaan tentang Edward Jenner dengan baik. Tentu ia tidak bisa membuat ilustrasi yang tepat kalau tidak mengerti isi bacaannya. Zaky melakukannya tanpa bantuan sama sekali dan tidak mau diganggu bahkan dengan jadwal makan siang.

Kami mencoba bermain "I Spy" dengan peta. Ya, tentu, Zaky tidak bisa menemukan kota, pulau, atau provinsi yang saya sebutkan secepat kilat, seperti kalau saya sedang bermain dengan kebanyakan temannya. Ia menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk mencari, dan memasang strategi yang tepat. Didengarnya betul kata kunci yang saya sebutkan. Kalau saya bilang, Sumatera Selatan, tangannya akan bergerak ke arah selatan.

Begitu pula ketika kami mencoba melengkapi peta buatan sendiri (diwarnai sendiri maksudnya) dengan merujuk pada peta sungguhan, Zaky dapat menempatkan kota pilihannya dengan tepat di lekuk teluk dan pantai yang hampir sama. Saya tahu beberapa temannya masih belum awas dengan simbol kota dan nama kota yang letaknya berdampingan. Dengan senang hati pula, Zaky membantu teman yang belum tahu di mana letak pulau ini dan itu.

Kami 'merayakan' keberhasilannya dengan high five dan makan kue. Kami berhak untuk itu. Meski tidak berlari sekencang shinkansen seperti teman-teman lain, kami toh bergerak maju. Suatu hari, saya yakin, Zaky akan sampai di tempat tujuannya.

Monday, May 15, 2006

Sunyi Senyap

Ada serangan virus lagi.

Sepanjang awal minggu lalu, kelas hanya berisi 8 -7 orang saja.
Akhir minggu lalu, jumlahnya merosot menjadi 6 -5 orang.
HARI INI... hanya ada 3 orang saja yang muncul.

So sad.

Monday, May 08, 2006

Lokakarya Menulis

Saya sedang banyak membaca tentang metode mengajar menulis pada anak-anak TK dan SD. Umumnya serangkaian kegiatan belajar menulis itu disebut dengan Writing Workshop. Ide membuat Writing Workshop ini sangat menarik bagi saya, sayangnya perlu alokasi waktu yang cukup banyak. Saat ini agak sulit bagi saya untuk benar-benar mengaplikasikannya di kelas.

Pada dasarnya, dalam Writing Workshop anak-anak diajak untuk memulai kegiatan pra penulisan seperti brainstorming, membuat jaring tema, kerangka karangan, dan sebagainya. Anak-anak juga belajar bahwa menulis itu tidak sekali langsung jadi. Mereka dilatih untuk melakukan revisi, baik dengan membaca kembali maupun dengan mendengarkan masukan dari teman sebaya dan gurunya. Anak-anak akan menulis kembali dengan melakukan perbaikan yang diperlukan sebelum kemudian 'diterbitkan' (dipasang dalam papan pengumuman, dijadikan buku, dan lain-lain).

Kegiatan pra penulisan, menulis draft pertama, dan menulis draft kedua masih bisa kami lakukan. Kegiatan revisi selama ini terbatas pada saya dan si penulis bertemu berdua dan membicarakan isi tulisannya. Saya ingin mengadakan writers conference, di mana anak-anak akan bertemu dan membicarakan isi tulisannya. Tapi sulit sekali, sebab kecepatan anak-anak menulis tidak sama.

Hari ini, kebetulan kami punya waktu dan semangat yang cukup. Anak-anak sedang menggebu-gebu untuk bisa menuntaskan pekerjaan dengan baik. Kebetulan pula minggu lalu anak-anak sudah menyelesaikan kerangka karangannya. Hari ini kami bisa memulai di titik yang sama; semua menulis draft pertama.

Saya mulai dengan melakukan modelling writing. Dari kerangka karangan, saya buat menjadi satu karangan utuh. Anak-anak memperhatikan. Ini hanya perlu waktu lima menit. Sisa waktu 40 menit digunakan anak-anak untuk menulis. Kami semua menulis sebuah dongeng tentang batu ajaib yang bisa mengabulkan tiga permintaan. Tokoh, setting, alur, dan akhir cerita bebas. Zaky begitu bersemangat sampai saya tidak perlu menemaninya menulis hari ini. Saya bahkan tidak bisa menghentikannya menulis karena ia ngotot harus bisa menulis lebih dari satu halaman. Ia menulis tentang naga, istana, dan pasukan yang mau merebut batu ajaib.

Semua selesai menulis di waktu yang hampir bersamaan. Saat yang tepat untuk melakukan writers conference. Saya minta anak-anak bergantian membacakan draft tulisannya, sementara yang lain mendengarkan dan memberi pendapat setelah temannya selesai membaca.

Satu trick kecil, saya katakan, mereka harus memuji dulu tulisan temannya sebelum mengritik. Ini bukan lomba mencela hasil karya orang lain. Saya hanya jadi moderator saja.

Saya agak kaget juga karena anak-anak mendengarkan dengan penuh perhatian dan mengajukan komentar-komentar yang tepat. Hampir sama dengan apa yang ingin saya sampaikan pada si penulis.

Ceritamu bagus. Tapi aku tidak mengerti si aku dalam cerita itu siapa. Kamu tidak ceritakan sih.

Menurutku ceritanya lucu. Cuma menggantung di tengah-tengah. Sebaiknya kamu buat akhir ceritanya.

Menurutku ceritanya masih bisa dibuat lebih panjang supaya lebih seru.

Finally we are not talking about princess and palace. But i really want to know how the characters know each other. I think it is important.


Kegiatan ini berlangsung cukup lama, dan to my surprise, mereka tidak kehilangan perhatian sama sekali. Seandainya saya tahu dari dulu, mungkin saya akan lebih sering meluangkan waktu untuk melakukan writers conference ini.

Saya katakan pada mereka bahwa saya senang dengan hasil tulisan mereka. Saya punya ide untuk membuat kumpulan dongeng tentang batu ajaib karya mereka. Kami akan melengkapinya dengan ilustrasi, menjilidnya dan meletakkan buku itu di perpustakaan.

Anak-anak setuju untuk membawa pulang tulisan mereka dan memperbaikinya di rumah. Karena besok ada tugas lain, saya bilang revisi ini akan dimulai hari Rabu.

"Aku hari ini saja, Bu. Besok aku les sampai sore. Nanti tidak sempat."

Ya sudah, lusa saja Ri.

"Nanti aku keburu lupa bu. Perbaikannya sudah ada di kepalaku, nih."


Thanks to her, hari ini saya hampir tidak duduk menyiapkan tugas dadakan mereka.

Saturday, May 06, 2006

Tampil

Topik minggu ini adalah tampil di depan umum.

Kami punya jadwal kunjungan ke sebuah sekolah internasional di Bona Vista beberapa hari lalu. Anak-anak sudah meluangkan waktu berlatih menyanyi beberapa jam, dan akhirnya mereka tampil dengan sukses. Sebelumnya seisi kelas sempat memelototi saya karena saya mengiyakan permintaan kelas lain agar kelas 2 tampil duluan. Bagaimana lagi?

Hal yang paling mengundang senyum adalah, anak-anak(perempuan) kelas saya tertular rasa 'saya sudah besar' yang mereka lihat dari kakak kelasnya. Mereka menolak berteriak "YEAA..!" di akhir lagu seperti biasanya. Menurut mereka, sudah tidak seru lagi. Sedikit terjadi perdebatan, karena anak-anak laki-laki masih menganggap "YEAAA..." berikut loncatannya adalah bagian terbaik dari seluruh lagu.

Sementara itu, di kelas IPS anak-anak sibuk merevisi ide dan poster mereka untuk presentasi. Berbagai buku dan kertas mampir ke meja saya. Anak-anak terus menunjukkan buku referensinya, memamerkan sebagian poster yang sedang mereka kerjakan (dan menurut mereka masih harus diperbaiki lagi), dan seterusnya dan seterusnya.

Kamis pagi, selesai berdoa, Musa menghampiri saya dan berbisik, "Bu, hari ini hari presentasi kan?"
Saya mengangguk.
"Hoho... i can't wait it. I love presentation!"

Kalau melihat apa yang terjadi selama hari Kamis dan Jumat, saya tidak heran Musa bilang ia suka presentasi. Di luar harapan saya, anak-anak melakukannya dengan sangat baik. Mereka berusaha bicara dengan jelas, keras, dan menjawab pertanyaan teman-teman sebisanya.

Pertanyaan-pertanyaan mereka benar-benar bermacam-macam, ada yang mengagumkan ada yang membuat seisi kelas bingung.

Mengapa rumah itu namanya rumah gadang?
Kalau mau masuk ke rumah gadang, masuknya dari mana?

Rumah gadang kakekmu itu di padang atau di jakarta?
Kenapa namanya sate kalong kalau terbuat dari daging kerbau? (padahal sudah dijelaskan)
Apanya kerbau yang dibuat sate?
Kenapa di Sangeh banyak kera?
Apa bedanya kera, monyet, orangutan dan gorila?
Apa itu tiga dimensi?
Apa itu teater?
Kenapa Borobudur tidak dibuat di Jakarta saja?
Zaky, kenapa kamu tempel gambar orang sedang membajak sawah, kamu kan sedang bercerita tentang Borobudur?
Di bagian mananya Borobudur yang dipakai untuk beribadah?
Kenapa bambu ada durinya?
Kenapa calung memainkannya dipukul?


Diskusi berjalan seru. Saya sendiri jadi tahu hal-hal yang tadinya saya tidak tahu. Anak-anak ramai menanggapi dengan pengalaman mereka sendiri. Mereka saling memberi penjelasan pada teman yang lain. Ketika saya melontarkan pertanyaan, apa bedanya Candi Prambanan dan Candi Borobudur? Ada yang menjawab bahwa candi Prambanan tinggi dan candi Borobudur lebar. Sebelum saya menjelaskan, temannya sudah membantu memberitahu bahwa sebenarnya candi Prambanan itu candi Hindu dan Candi Borobudur adalah candi Buddha.

Saya mengajak anak-anak menilai presentasi temannya dan memberi masukkan cara apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki presentasinya itu. Saya juga tidak menduga kalau mereka bisa begitu objektif dan akurat. Mereka tahu harus menambahkan apa pada presentasi itu agar menjadi lebih baik dan menarik. Misalnya saja komentar seseorang (saya lupa siapa) untuk presentasi Agung tentang Sangeh.

"Sebenarnya, isi cerita Agung sudah bagus. Topiknya menarik. Tapi harusnya Agung belajar lebih banyak tentang itu. Jadi kalau ditanya bisa menjawab."

Hari Jumat yang menyenangkan itu saya tutup dengan pengumuman tentang Sekolah Art Festival yang akan berlangsung dua minggu lagi. Anak-anak diminta menyiapkan sesuatu untuk ditampilkan secara perorangan.

Dila, yang tumbuh pesat menjadi pemberani dan ekspresif ketika harus tampil di depan orang banyak selama dua tahun ini, bertanya pada saya.

"Kenapa sih bu, kita harus selalu pentas dan presentasi?"


Hmm, sepertinya kami hanya senang belajar dari kalian.




Friday, May 05, 2006

Nanti

Demi kesehatan mental bersama, saya dan teman-teman punya teachers-thursday-meeting-for-fun. Kami pergi ke tempat-tempat makan terdekat, atau delivery McD kalau sudah tanggal tua, lalu mengobrol tentang apa saja.

Sebenarnya kami berusaha mengobrol tentang dunia di luar gerbang sekolah, tapi lebih sering tidak kuat menahan godaan untuk bicara tentang anak-anak tercinta. Mereka benar-benar perangkap.

Kamis kemarin pun sama saja keadaannya. Lalu teman saya yang akan menikah bertanya-tanya apa jadinya kalau kelak ia punya anak sendiri. Kami pun jadi ikut bertanya-tanya. bagaimana caranya menjadi orang tua yang tidak menganggap anak sendiri adalah barang dengan hak milik.

Saya bilang, saya ingin merasa seperti ini kelak, seperti ketika saya menerima kehadiran murid-murid saya setiap Juli dengan gembira, dan tidak merasa sedih-sedih amat ketika mereka harus pergi bulan Juni tahun berikutnya.

Saya ingin punya rasa seperti ini juga sebagai orang tua kelak, rasa ingin memberi sepenuh-penuhnya tanpa berpikir apakah mereka akan membalas saya dengan rasa sayang yang besar, rasa terimakasih yang tak putus-putus, dan seterusnya.

Saya ingin tetap tidak sakit hati seperti ketika anak-anak yang sudah naik kelas sekarang tidak lagi mau dekat-dekat, manja-manja, atau cerita-cerita.

Saya ingin tetap seperti ini. Berpikir melakukan sesuatu demi mereka, bukan demi saya.


Teman-teman saya setuju tapi menurut mereka itu susah.
Mengapa?
Karena kita akan bertemu dengan anak-anak sendiri lebih sering dan lebih lama dari 800 jam setahun.
Benar juga.

Tuesday, May 02, 2006

Poster

Hari Senin ini Adinda datang pada saya membawa poster buatannya untuk presentasi hari Jumat. Dalam kertas cokelat berukuran A2, Adinda menggambar menulis tentang Sate Kalong. Saya mengagumi hasil kerjanya.

Dengan izinnya, saya menulis kembali isi poster itu. Tapi maaf, saya tidak bisa memuat gambarnya.

(Ada gambar peta Indonesia Barat dengan tanda panah menunjuk kota Cirebon)
Ini adalah gambar peta Indonesia. Di sini ada Kota Cirebon.

(Ada foto dan gambar sate kalong)
Ini adalah gambar sate kalong yang dibentuk seperti kipas.
Sate kalong yang lezat, rasanya seperti dendeng.

(Ada foto penjual sate kalong)
Ini adalah orang yang sedang berjualan sate kalong.

(Ada gambar kelelawar di waktu malam, seekor kerbau di bawah pohon, buatan Adinda sendiri)
Fakta Menarik : Sebetulnya disebut sate kalong karena pedagangnya mulai berdagang ketika magrip, seperti kalong. kalong juga keluar dari sarangnya saat magrip. Pedagang sate kalongnya berdagang sampai tengah malam. Sate kalong terbuat dari daging kerbau yang ditumbuk bersama gula. Tiap tusuk sate saling menempel hingga membentuk seperti kipas. Sebelum disajikan sate dilepas satu sama lain dan dipanggang dengan arang.

Informasi lebih lanjut bisa dilihat di www . ayojajan . com

Smart A

Dhiadri, punya bakat bahasa dan musik yang menonjol. Ia mulai membaca sendiri di usia 3 tahun. Ia senang mengomel, berkomentar, bermain kata, membaca, mengetik (ia benci menulis karena tulisan tangannya tidak bagus, dan menurut Dhiadri mengetik jauh lebih cepat dan mudah), menceritakan lelucon, dan sangat menikmati teka-teki. Dhiadri paling suka menciptakan bait-bait baru untuk sebuah lagu. Menemukan barisan kata yang cocok dengan nada lagu sama sekali tidak sulit baginya. Ia bisa membuat tiga bait baru dalam lima belas menit.

Sulit sekali membuat Dhiadri diam. Ketika bekerja ia tetap mengobrol dengan temannya, mengomentari pekerjaannya sendiri dan pekerjaan temannya. Ketika ia selesai makan, ia akan menjadi badut kelas dan menceritakan lelucon-lelucon rekaan sendiri atau temuan dari buku lalu membuat teman-teman terpingkal-pingkal dan tidak bisa makan. Saya sering harus memaksanya bermain di luar agar teman-temannya bisa menelan makanan mereka.

Kata-kata bagi Dhiadri adalah sesuatu yang lentur dan mudah dimainkan. Ia menganggap kata seperti balok mainan yang bisa dibuat menjadi berbagai bentuk bangun.

Misalnya saja pagi ini. Dhiadri dan Musa menarik dua bangku dan duduk di dekat meja saya. Mereka memeriksa contoh-contoh batu yang mereka bawa dari rumah. Dhiadri mengambil sekantong batu-batu sebesar kerikil dan mengoceh pada Musa.

They have names. This is A, this is B, this one is C, the other one is D... (tangannya menunjuk setiap batu).

Ow, cool. How do you know which one is A? (Musa memperhatikan bahwa batu-batu itu mirip penampilannya)

Easy. A is the smartest one. D is lame.




Do you get the joke?

Monday, May 01, 2006

I have jokes!

Bu Tia, I have jokes!

What jokes?

What does Beethoven do in his grave?

... hmmmm... Singing?

Nope. DeCOMPOSING.

(Laughing). Do you know what is decomposing?

Ya. Membusuk kan?



What is lizard's favorite movie?

hm.... Jurassic Park?

Nooo.... It is The Lizard Of Oz.



What is this : purple and 100 miles long?

Snake?

It is The GRAPE wall of China.