Thursday, November 23, 2006

Kapan Saja dan Di Mana Saja

Di tengah riuh rendah hari ini (panggung yang baru dipasang betul-betul menarik dan membuat sekolah luar biasa ributnya), tiba-tiba Bintang memanggil saya.

Ibu, belajar kan bisa di mana saja dan kapan saja ya?

Betul.

Iya, aku nonton film Denias, katanya begitu.

Medina menyahut dari arah lain, " Lalu kenapa kita belajarnya di sini terus?"




SKAK MAT Bu Tia....

Tuesday, November 21, 2006

Plesetan

Saya menemani Putri dan Medina menghabiskan snack pagi mereka. Melihat salah satu poster di kelas kami, Putri membuka percakapan

Putri : Bu, tips itu artinya kembalian ya?
Medina : Itu tip! Tips itu gimana caranya...
Putri: Oh, bukannya kembalian?
Saya : Maksudmu memberi uang tambahan pada satpam atau pelayan restoran?
Putri : Iya.
Saya: Medina benar, yang kamu maksud itu tip bukan tips.
Medina : Aku suka memberi tip bu, kecuali ada tulisan Dilarang Memberi Tip.
Putri: Kalau tip itu bukannya yang buat dengerin musik itu?
Medina : Itu tape... t-a-p-e. (Medina tertawa, saya tertawa belakangan soalnya baru ngerti).
Saya : Kamu kok senang main plesetan sih.
Putri : (Melihat-lihat ke lantai) Aku nggak kepleset kok, Bu.


-- ditambahkan kemudian --

Saya sering memperhatikan bahwa anak-anak senang sekali meminjam buku tentang teka-teki di perpustakaan. Saya ingat, ada satu buku teka-teki tentang dinosaurus yang begitu laris sampai lusuh sepertinya. Saya juga belajar, bahwa jika saya sedang tidak dalam mood yang baik untuk menanggapi serangkaian teka-teki, sebaiknya saya menghindar. Mereka tak bisa berhenti dari satu teka-teki ke teka-teki lain.

Ternyata, begitulah anak-anak usia sekolah (usia 6 - 12 tahun). Anak-anak ini mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan berbahasa mereka. Kosakata mereka bertambah berkali-kali lipat, dan somehow, mereka jauh lebih pandai mengemukakan pendapat, perasaan, keraguan, bahkan pikiran-pikiran absurd mereka dalam kalimat yang baik.

Salah satu petunjuk bahwa kemampuan bahasa mereka berkembang adalah mereka mulai tertarik pada teka-teki, tertawa pada lelucon-lelucon, dan main plesetan. Saya tidak heran, jika kita bisa tertawa pada sebuah lelucon atau teka-teki, itu karena kita tahu ada sesuatu yang tidak biasa pada konteks yang kita kenali. Untuk memahami sebuah lelucon, kita harus punya satu pengetahuan dasar dan kemampuan menggeser frame berpikir (O' Mara, tahunnya saya tidak tahu).

Begitu juga dengan plesetan. Lihat saja bagaimana Putri bisa memainkan kata-kata yang mirip bunyinya tetapi berbeda konteks untuk membuat orang berpikir, dan kemudian tersenyum. Ahli perkembangan bahasa berpendapat ini adalah salah satu tanda bahwa anak-anak mulai mengembangkan kemampuan memahami sistem bahasa.

Riddles are dependent on phonological, morphological, lexical, or syntactic ambiguity. (Holger Hary, 2006)*

Jadi, sepertinya sederhana dan mengganggu, tetapi kesenangan anak-anak bermain kata menurut saya menakjubkan. Bayangkan saja, kita tertawa padahal di kepala mereka sedang berjalan satu proses yang kompleks dan mencengangkan.

Monday, November 20, 2006

Sekretaris Pribadi

Ada gadis kecil di kelas saya yang punya ketelitian dan perhatian pada detil yang luar biasa. Bintang namanya. Sekali waktu ibunya pernah bercerita bahwa Bintang sangat suka pada buku bon dan kwitansi yang ada di toko buku. Ia senang mengisi bermacam-macam tabel. Jika saya bertanya, apa rencananya akhir pekan ini atau liburan nanti, ia akan menjawab bahwa ia perlu melihat jadwal ayahnya di komputer sang ayah. Ia juga fasih membaca koordinat peta (tentu yang sederhana ya, tidak pakai lintang bujur utara selatan) karena sering dimintai tolong melihat peta Jakarta buatan Gunther. Saya rasa ada satu sistem pemrosesan dan penyimpanan data yang sangat efisien di kepalanya.

Kemarin saya sedang memeriksa kamus-kamus anak-anak (mereka punya buku untuk mencatat kata-kata baru berikut artinya). Anak-anak juga sedang sibuk dengan tugas mereka masing-masing, tapi kami tetap mengobrol. Bintang seringkali menimpali -- bahkan mendikte saya:

Bintang : Huruf L bu, cuma satu, LUGU (ia menyebutkan kata di barisan huruf L).
Saya : (memperhatikan bahwa dia tidak memegang kamusnya). Kamu hafal ya?
Bintang : Iya. Itu kan yang bawa Bu Tari.

Lantas ia menyebutkan siapa membawa kata apa. Ia hafal semua entry dalam kamus kelas kami selama satu bulan ini. Ia juga memberitahu kalau saya melewatkan giliran si A dan si B yang lupa membawa kata baru. Kadang-kadang ia membantu saya menulis nama-nama anak yang masih perlu melanjutkan tugas-tugas yang belum selesai di salah satu papan kelas. Jujur, saya saja sering lupa saking banyaknya hal-hal yang mesti saya daftar (atau karena sudah tambah tua?)

Hehehe. Rasanya seperti punya sekretaris pribadi.

Sunday, November 19, 2006

Bergerak di Mall

Kemarin anak-anak sedang me-review materi tentang habitat. Mereka tahu bahwa setiap habitat harus memiliki air, makanan, tempat berlindung, dan ruang gerak bagi penghuninya. Saya minta anak-anak menciptakan sebuah habitat baru, dan memasukkan aspek-aspek penting itu dalam habitatnya.

Anak-anak cukup kreatif membuat sungai soda sebagai sumber air, dan pohon berdaun mie berbuah bakso. Hanya saja, saya miris melihat beberapa dari mereka menggambar dan menulis mall sebagai ruang gerak dalam habitatnya.

Mungkin, di dalam tujuh tahun usia mereka, hanya pengalaman bergerak, berlari, dan jungkir balik di mall yang mereka ingat dan rasakan wajar.

Friday, November 17, 2006

Kedamaian dan Keluarga

Ini adalah sepotong cerita dari kelas 3. Bu Andin yang bercerita pada saya di salah satu pertemuan senang-senang kami.

Kelas 3 sedang membahas tema kedamaian. Bu Andin bertanya pada murid-muridnya, menurut kamu apa gunanya kedamaian?

Riri menjawab, kedamaian itu akan membentuk keluarga, bu.

Bu Andin meminta Riri menjelaskan jawabannya.

Iya, bu, kalau damai tandanya semua orang saling berteman. Kalau orang berteman akrab, bisa juga jadi pacaran. Kalau orang pacaran nanti bisa menikah. Nah, orang menikah kan membentuk keluarga.


Bu Andin langsung menyebarluaskan pesan perdamaian ini.
Saya bantu ya, Bu...

Thursday, November 16, 2006

Children Are Not Cute

Untuk saya anak-anak selalu mempesona.

Tetapi sejak saya mulai mengajar, saya menghentikan anggapan bahwa anak-anak itu lucu dan menggemaskan. Saya tahu, jika saya menganggap mereka lucu dan menggemaskan saya hanya akan membuat mereka sebagai hiasan. Saya akan mendandani dan melatih mereka agar tampak menarik saja. Saya tidak akan menggiring mereka jadi manusia.

Saya memulai rencana belajar saya dengan bertanya pada saya sendiri, bagaimana saya bisa membantu mereka mempelajari sesuatu dengan cara yang menyenangkan?
Saya tidak memulai rencana belajar saya dengan bertanya pada diri saya sendiri, apa yang bisa saya lakukan agar mereka senang dan tidak menggangu saya?

Saya berusaha keras tidak menjadikan mereka hiburan bagi saya, meski seringkali mereka menghibur saya yang sedang merasa kacau balau. Saya tidak melakukan sesuatu hanya agar mereka mengganduli dan memeluk saya. Saya bekerja untuk mereka, bukan saya yang mempekerjakan mereka agar memuja saya.

Untuk saya anak-anak selalu mempesona.

Saya selalu memikirkan mereka, dan saya selalu ingin bercerita tentang mereka pada orang-orang dekat saya bukan karena mereka lucu dan menggemaskan; tetapi karena mereka hebat dan mengajari saya banyak hal.

Wednesday, November 15, 2006

Berhenti Merajuk

Saya paling tidak sabar kalau mendengar lagu suara anak-anak yang naik turun saat melaporkan keisengan temannya.

Buuuuuuuuu ( uu naik turun) si ini menganggukuuuuuuuu (uu naik turun)!

Saya tak pernah bosan menyuruh mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri kalau memang hanya sebatas ganggu mengganggu dan jahil menjahili begitu. Sampai kemudian saya sadar, bahwa saya tidak ingin membuat mereka segan melaporkan sesuatu yang tak beres pada saya, mengingat anak-anak sedang belajar tentang ruang pribadi mereka. Suatu kali saya ajak mereka bicara tentang itu. Bahwa semua orang di lingkungan sekolah ini, apapun perannya, harus saling menghargai satu sama lain. Kamu berhak mengatakan bahwa kamu tidak suka atau tidak nyaman diperlakukan begini atau begitu, bahkan oleh orang dewasa. Kamu harus memberitahu orangtuamu, atau Bu Tia kalau di sekolah. Kami sempat berlatih bedanya mengadu dengan membicarakan hal-hal yang memang patut dilaporkan pada orang yang lebih dewasa.

Hal ini lewat begitu saja. Saya tak berpikir bahwa kata-kata semacam itu bisa lekat di pikiran mereka.

Tetapi, lama kelamaan uuu panjang itu menghilang. Kemana gerangan?

Suatu kali, pintu kelas terbuka keras. Zaky masuk berlari-lari. Lalu Bintang dan May mengikuti di belakangnya. Bintang yang biasanya cepat naik darah (dan menangis kalau disakiti teman) berseru dengan suara keras, "Zaky, berhenti menjambak aku. Dijambak itu sakit! Aku tidak mau dijambak lagi. Lain kali jangan menjambak, ya!"

Tinggal saya terbengong-bengong melihat Zaky mengangguk sambil diam, dan Bintang balik badan lalu keluar kelas tanpa terlihat marah.

Di lain kesempatan saat berkumpul di karpet, Medina minta tunjuk tangan. "Bu, aku mau cerita. Tadi waktu main si anu memeluk-meluk aku. Aku tidak suka dibegitukan, Bu."

Saya tanya, kamu sudah bilang sama dia?

Medina mengulang kalimat ketidaksukaannya pada teman yang dimaksud. Saya menambahkan bahwa semua orang tidak suka disentuh-sentuh sembarangan. Seringkali kita hanya mau dipeluk, disentuh oleh orang-orang dekat saja seperti ayah, ibu, kakak atau adikmu. Saya tahu maksudmu baik, tapi sepertinya kita harus lebih pandai menahan diri, keep your hand to yourself.

Ada beberapa hal yang saya harap akan terus berlanjut pada anak-anak ini. Salah satunya, mereka tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaannya secara asertif pada orang lain. Lalu mereka juga tahu bahwa mereka berhak meminta bantuan orang lain jika perlu. Yang lebih penting lagi, anak-anak mulai mengembangkan batas-batas tentang ruang pribadinya. Jadi saat besar nanti, mereka juga tak mudah melanggar ruang pribadi orang lain.

Friday, November 03, 2006

Inspirasi

Seseorang pernah bertanya pada saya. Ada tidak sih, guru-guru saya di masa lalu yang membuat saya ingin menjadi guru dan kemudian menjadi (guru) yang seperti ini.

Saya bilang ada. Guru-guru saya di masa SMU (dulu namanya masih SMU).

Seseorang ini heran, karena ia tahu saya tidak menyukai masa sekolah saya di SMU.

Saya bilang, ya, merekalah inspirasi saya.
Saya jadi tahu apa yang tidak boleh saya lakukan kalau saya menjadi guru.
Jadi, saya tinggal melakukan hal-hal yang berkebalikan dari apa yang biasa dilakukan mereka.