Wednesday, September 24, 2008

Mengingat dengan Gerak dan Gambar

Sebagai orang yang amat verbal dan punya ingatan visual buruk, maka berkawan dengan kelas 5 tahun lalu tidaklah sulit. Kebutuhan cerewet mereka sama dengan saya, jadi kami akur-akur saja.

We talk, and we understand each other.

Hari ini di kelas IPA SD5, saya pun membawakan review, awalnya, secara verbal. Kami tanya jawab dan bermain kartu kata. Meski berpartisipasi dengan manis, saya tahu anak-anak tidak sepenuhnya "ada di situ".

Saya tawarkan pada mereka, apa yang bisa kita lakukan ya dengan kartu-kartu ini?

"Kita main charade saja, Bu!" Semua langsung setuju.

Charade? Bermain tebak kata dengan gerakan? Saya memandangi kartu-kartu berisi istilah-istilah cukup ilmiah tentang anatomi tubuh manusia dan tumbuhan hijau dengan ragu-ragu. Tapi, kapan kita tahu kalau tidak mencoba?

Maka anak-anak pun memperagakan dengan gerakan apa itu pembuluh arteri dan vena, apa itu anemia dan trombosit.

Saya dan Ibu Guru Kelas 5 sampai tertawa guling-gulingan (aduh, ini agak berlebihan) melihat mereka.

Dhimas memperagakan trombosit dengan berpura-pura menjadi ayam. Saya mengerutkan dahi, tapi delapan orang temannya segera angkat tangan dan berseru keras, 'TROMBOSIT!"

Kok bisa begitu?

Aduh, iya, Ibu, di gambar bentuk sel darah yang ibu kasih itu, si trombosit bentuknya seperti ayam berbulu.

Astaga....

Musa berlagak membuat jalan raya panjang, dan berlari kencang melintasinya. Semua dengan cepat tahu bahwa Musa memperagakan pembuluh arteri.

Adinda mendapat kata anemia. Lalu ia pura-pura membenturkan kepalanya dan memperagakan gerakan darah mengucur tak berhenti-henti. Ketika peragaan itu kurang horor, dia mengubahnya menjadi kecelakaan maut.

Riri cepat menjawab bahwa kata yang dimaksud Adinda adalah anemia.

Saya tanya lagi, bagaimana kamu bisa menebaknya?

Kata Riri, "Lho, salah satu penyebab orang menderita anemia kan karena mengalami pendarahan hebat. "

Tadinya saya mau meninggalkan kelas lebih awal karena harus bertemu guru kelas 1 dan 2, tapi saya batalkan niat saya. Seru menonton mereka. Anak-anak pun lebih menghayati kegiatan yang ini daripada kegiatan verbal versi saya tadi. Kami mengakhiri kelas sambil melihat Dhimas kembali beraksi menjadi tentara dan menembak bulatan-bulatan di udara. Ia sedang memperagakan leukosit yang terlalu aktif dan membunuhi para eritrosit pada penderita leukimia.

Saya membereskan barang-barang sambil berpikir, hei, ternyata sekarang tidak sulit lagi bagi saya mengubah setelan cara berpikir. Mungkin beberapa tahun lalu saya akan mengeluh, cemberut dan bilang kelas ini payah karena tidak mau diajak main. Kali ini lebih mudah bagi saya menerima bahwa anak-anak tidak selalu sama dengan saya. Saya bisa menerima bahwa mereka belajar atau mengerti dengan mekanisme yang berbeda dengan saya, saya dengan ringan mau memberi mereka kesempatan dan lebih dari itu, saya belajar banyak hal baru dari sudut pandang mereka.

Dhiadri menghampiri saya dan berkata, "Kadang-kadang menyenangkan juga, menertawakan diri sendiri itu."

Hm, saat-saat seperti ini lho, yang membuat saya pulang ke rumah dengan hati senang. Sekali lagi, satu senti lebih dewasa karena anak-anak. :)


PS: Besok anak-anak ulangan umum IPA. Semoga mereka ingat ya, si ayam, jalan raya, koki, tukang pos, dan lain-lain yang kami bicarakan hari ini.

Monday, September 22, 2008

Keluarga

Sebuah kelas memajang tulisan ini besar-besar di salah satu dinding mereka, "Ohana means family. Family means, no one gets left behind. Or forgotten."

Hari ini kalimat itu menyentuh saya, dalam sekali.

Saturday, September 20, 2008

Menguasai Bahasa Ibu

Saat kita sibuk ingin anak-anak berbahasa ini dan itu sejak awal, belakangan saya justru sedang banyak membaca bahwa para dokter anak di luar Indonesia dan para ahli Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua untuk anak-anak justru menyarankan agar anak-anak lebih dulu menguasai bahasa ibunya, sebagai dasar yang terbaik untuk menguasai bahasa asing.

Nanti deh, referensinya. Tapi saya tidak akan berhenti menulis ini.

Terutama karena supervisor terjemahan saya bahkan sudah mulai meminta, "Anak-anakmu belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar, kan, ya? "

Sepertinya dia sudah pusing dengan penggunaan bahasa Indonesia yang kacau.

Thursday, September 18, 2008

Mengintip Kelas Kecil

Selagi menunggui anak-anak kelas 5 ulangan bahasa Indonesia, saya mendengar suara piano dan "ra ra ra ra ra ra..."

Maka mengintiplah saya keluar. Ternyata 15 anak TK sampai SD2 yang akan konser menyanyi sedang latihan di aula. Pak Guru musik main keyboard di depan, anak-anak duduk berjajar di kasur-kasur tempat landasan main panjat-panjatan. Kaki-kaki mereka selonjor bergoyang-goyang. Di depan hidung mereka ada kertas, partitur lagu. Anak-anak yang sedikit lebih besar menyanyi sambil membaca partitur dengan khusyuk.

Tapi, hei, di antara mereka ada dua orang anak paling mungil dengan pipi kemerah-merahan bekas terbakar matahari. Di tangannya juga ada partitur, tapi mereka belum bisa membaca. Dengan wajah sok serius melihat kertas, matanya agak melirik kanan dan kiri. Masalahnya lagu yang diajarkan lagu anak-anak dari Jepang. Teman-teman yang lebih besar sih enak, bisa membaca dari kertas. Dua makhluk mungil ini harus pandai-pandai "membaca" kertas sambil membaca mulut kakak-kakaknya.

"Ra ra ra ra ra ra ra.., " menyanyi mengikuti not dengan bunyi ra.

Saya tersenyum-senyum di jendela.

Ibu Guru TK yang menemani lantas menghampiri si anak laki-laki kecil berambut jabrik dan pipi merah tadi, "Lhooo Nak, ini kertasnya terbalik."

Si anak membalik kertas, sambil TETAP serius membaca dan menyanyi.




LUCUNYAAAAAAA..... Mestinya saya bawa kamera.

Friday, September 12, 2008

Kunjungan Lain

Pagi ini, Kelas 6 dapat kunjungan dari BNN. Ini menyangkut salah satu topik pelajaran mereka tentang kenakalan remaja dan drugs abuse. Kelas 5 diikutsertakan (mengingat anggota kelas 6 hanya 10 orang), dan bisa diduga anak kelas 6 langsung jengkel.

It was a simple presentation, tapi seru juga ya. Anak-anak tak berhenti berkomentar dan bertanya. Apalagi kelas 5 (lho!) Saya datang dan pergi ke ruangan, tapi tetap bisa mendengar sekilas bagaimana percakapan di kelas itu berlangsung.

1.

Ibu Andin : Selamat pagi semua. Pagi ini kita kedatangan tamu dari BNN, Badan Narkotika Nasional. Kira-kira apa yang akan dibawakan ya?

Bram : Contoh-contoh narkotikanya?

Saras : HEI! Itu melanggar hukum. Bisa ditangkap, tau!

2.
Ibu BNN sedang menjelaskan efek samping penggunaan narkotika/psikotropika.

Ibu BNN: Biasanya pengguna akan membayangkan yang tidak-tidak. Seakan-akan ada sesuatu di sekitarnya padahal tidak nyata.

Dhidari : Oh, maksudnya halusinasi?

3.
Ibu BNN sedang menjelaskan bahwa obat penenang/obat tidur juga bisa disalahgunakan.

Lika : Kalau kita diberi obat dokter, seringkali ada obat tidurnya. Itu bagaimana?

Ibu BNN: Oh, tidak apa-apa. Itu sesuai resep, tidak berlebihan. Yang tidak boleh adalah berlebihan. Kamu makan berlebihan juga tidak baik, kan? Semua yang berlebihan tidak baik.

Adinda : Lho, kalau kebanyakan baca gimana?

4.

Ibu BNN menjelaskan bagaimana strategi perusahaan rokok mendapatkan pelanggan baru dengan mensponsori beberapa kegiatan remaja. Anak-anak kelas 6 langsung menanggapi dengan
"Ya, mereka kan uangnya banyak sekali, Bu. Film-film dengan tema remaja juga banyak disponsori perusahaan rokok."

Diskusi berlangsung makin mendalam, dan Ibu Andin makin gelisah seperti pelatih tim sepak bola di injury time. Time out! time out!

Maka Ibu BNN menutup sesi dengan bertanya, "Jadi, setelah mengetahui banyak hal tentang narkoba, apa yang dapat kalian lakukan di sekolah?"

Separuh kelas mengacungkan tangan.

Dimas bilang, ia ingin membuat poster. Tata bilang, ia akan membagikan selebaran. Dhiadri ingin menulis buku untuk diletakkan di perpustakaan. Musa ingin membuat miniatur brosur. Bram keheranan, brosur kan sudah kecil, tanyannya. Lika bilang ia dan teman-temannya ingin melakukan kampanye lewat website, mungkin bisa lewat Facebook dan Friendster.

Ibu-ibu guru preman yang berdiri di belakang lantas menepuk dahi. Oh, no!

Saras menutup sesi ini dengan bilang, "Saya dan teman-teman ingin kampanye di bundaran HI."

Kelas sudah mulai berbenah dan Ibu/Bapak BNN sedang membagikan suvenir ketika anak-anak kelas 6 mengelilingi saya, "Bu, boleh ya kita kampanye di Bundaran HI?"

Halah!

Wednesday, September 03, 2008

Jika Tak Pernah Jatuh


Apa jadinya kalau bayi yang sedang belajar berjalan tak pernah jatuh?
Ia tidak tahu ada resiko jatuh.
Dalam setiap langkahnya, ia tak bisa mempertimbangkan resiko jatuh.

Jadi?

Saat berkali-kali jatuh, sebenarnya kita sedang belajar berjalan. Makin lama makin lihai dan bisa melompat, berlari, dan jungkir balik.