Tuesday, November 25, 2008

Balon Hari Ini


Pukul tujuh lebih sedikit. Saya baru meletakkan tas dan duduk di kursi saya, ketika Saras mengintip dari balik jendela dan masuk ke ruang guru, "Ibu, selamat hari guru nasional, ya!"

Terima kasih, Saras.

Siangnya, Saras datang lagi. Kali ini bersama seisi kelas 6 yang saya ajar tahun lalu. Mereka memberikan sebuah balon dengan gambar smiley face bertuliskan "Selamat Hari Guru" diikatkan ke sebuah karton.

"Dearest Ibu Tia,
You were beside me
When I was down and sad
You were there for me
When my day is completely bad"


Wah, senyum si balon berpindah ke wajah saya siang itu.

Terima kasih, anak-anak. Manis sekali.

Sunday, November 23, 2008

Sinetron dan Pemerintah

Kami sedang membicarakan konvensi hak anak ketika Adinda tiba-tiba protes tentang sinetron.

"Ibu, aku tidak mengerti mengapa pemerintah mengizinkan orang membuat sinetron."

"Kenapa, memangnya?"

"Menurutku sinetron itu berbahaya, Bu. Lagipula kasar sekali, " Adinda merepet menceritakan contoh-contohnya."

"Lalu, kenapa kamu nonton sinetron?"

"Iklannya itu, lho Bu. Di acara anak-anak sering ada iklan sinetron yang lagi dorong-dorongan dan tampar-tamparan."

Ih, kok serem ya.

"Ya sudah, tulis surat saja."

Kami membahas banyak hal lagi sampai kemudian Adinda menghampiri saya dan bertanya lagi,



"Tapi Bu, Adinda kan nggak tahu alamatnya pemerintah."

Wednesday, November 12, 2008

Membawanya ke dalam Kesadaran

Teman saya punya anak perempuan manis berusia 2 tahun. Seperti layaknya anak usia 2 tahun, kadang-kadang perilakunya dalam situasi baru tak terduga. Teman saya mengantisipasinya dengan selalu menjelaskan situasi baru yang akan dihadapi si anak dan perilaku apa yang ia harapkan. Misalnya, "Nanti adik pergi sama ibu saja, ya. Ayah tidak ikut. Ayah mau ke bengkel, betulin mobil. Jadi kita cuma pergi berdua. Jangan cari Ayah, ya."

Dari cerita-ceritanya, teman saya selalu berhasil. Kalau sudah tahu bahwa ada banyak teman ibu dan nanti harus memberi salam, maka meski takut-takut dan sedikit malu, si kecil mau memberi salam.

Di sekolah, saya sering (dan mengharuskan diri) melakukan hal yang sama. Menjelang upacara bendera (yang cuma setahun sekali itu) saya akan bercerita pada anak-anak kelas 2, apa saja yang akan kita lakukan, bagaimana caranya, dan bagaimana sikap seharusnya. Kami pergi keluar dan berlatih upacara bohongan. Kami menonton kakak-kakak kelas yang jadi petugas. Ketika hari H tiba, biasanya anak-anak terdorong untuk mempraktekkan apa yang kami pelajari, dan bangga luar biasa bisa menjadi contoh buat adik-adiknya yang lebih kecil.

Menjelang konser yang cukup ketat aturan hening dan teraturnya, saya dan teman-teman pun sudah bilang dari jauh-jauh hari situasinya seperti apa. Kami tak mau anak-anak terserang panic attack berada di ruangan gelap, duduk sendiri, harus tampil di panggung besar, dan tak boleh mendekati orangtuanya. Syukurlah, sampai hari ini kami tak pernah kesulitan membuat anak-anak usia 4 tahun sekalipun duduk tenang menonton konser selama 2 jam dan tampil gembira. Padahal, saya pun sudah siap sedia dengan krayon dan kertas di belakang panggung, barangkali ada yang tak betah duduk anteng.

Menjelang masa-masa ujian untuk anak-anak yang lebih besar, saya juga melakukan hal yang sama. Bukan menakut-nakuti, tapi mempersiapkan mereka. Saya sudah bercerita di entri yang lalu bukan, bagaimana anak-anak kelas 5 bisa mengevaluasi cara belajar mereka sendiri dan menentukan di mana kesalahannya dan bagaimana cara memperbaikinya.

Saat ini di kelas 6, mereka sedang sibuk berlatih soal menjelang UASBN. Guru kelas 6 membekali mereka dengan sebuah buku berisi target-target yang harus mereka capai tiap minggu. Kami menamainya Log Book. Anak-anak membuat catatan tentang bahan mana yang sudah dan belum dikuasai, nilai yang mereka peroleh setiap latihan soal, dan apa yang harus mereka perbaiki. Ibu guru kelas 6 bercerita bahwa anak-anak "sadar" apa yang mereka lakukan. Mereka menunjuk poin standar kompetensi lulusan (SKL) yang belum mereka kuasai dan menghubungkannya dengan soal yang tidak bisa mereka jawab. Beberapa menulis bahwa mereka kurang teliti membaca soal sehingga salah menjawab.

Jangan malas mengajak bicara anak-anak. Mereka tak sebodoh itu sehingga tidak mudah mengerti apa yang kita bicarakan. Tetapi, mereka juga belum hidup cukup lama untuk mengetahui hal-hal yang kita anggap lumrah.

Monday, November 10, 2008

Menikmati Hal Sederhana

Ibu Asisten TK A sedang sakit dan tidak bisa masuk. Kasihan pada Ibu Guru TK A, maka saya menemaninya setengah hari, menyanyi, menempel, dan mendengarkan cerita tentang hewan peliharaan, dan menunggui anak-anak makan.

Sudah lama rasanya tidak menikmati hal-hal sederhana, sehingga terasa seperti ... sudah lama tidak berenang dan berenang lagi. Haha.

Baru lima belas menit di TK dan si anak paling suka teriak-teriak mendadak duduk tenang di pangkuan saya, mengamati (dan mencium-cium karena dikira wangi) sisa french tip di kuku-kuku saya, dan lupa teriak-teriak.

Sebagai wajah baru di kelas TKA, anak-anak pun ingin tahu dan mengajak saya ngobrol tentang banyak hal.

"Aku punya marmut dan ikan bu. Ada 3."

'Oh, ya?'

"Ya. Satu mati, satu hilang, jadi tinggal satu."

'Kok bisa hilang, ya?'

"Iya, hilang. Mungkin masuk ke balik kulkas."

'Ikanmu masuk ke balik kulkas?'

"BUKAAAN BUUU.... Marmutnya yang hilang.'

Langsung merasa bodoh. Jadi dari tadi kita bicara tentang marmut, bukan ikan?

"Ibu kok tahu namanya Cakra tapi tidak tahu namaku?"

'Hm, Bu Tia sedang berusaha mengingat-ingat nama anak-anak TK A. Kan, ada banyak. Sedikit-sedikit ya?'

Dan, Ya Tuhan, ada apa dengan orang tua sekarang, kenapa nama anaknya susah-susah tapi mirip semua?

Dua jam di TK membuat saya sadar betapa ahlinya ibu guru TK A yang sudah bertahun-tahun mengajar di kelas itu. Ia tenang sekali, meski kegiatan mengelem kertas berubah menjadi mengelem meja, meski instruksi memotong sesuai garis lurus bisa berakhir menjadi kertas sobek-sobek, meski antrian cuci tangan panjang sekali dan meski ada yang diare di tengah acara makan pagi...

Ah, mungkin menarik kalau kami bisa bergantian sit-in di kelas-kelas yang berbeda.