Dulu, waktu kuliah (ini sungguh-sungguh dulu, karena teman saya baru saja mengajak reuni sepuluh tahun angkatan, astaga!) saya belajar banyak jargon-jargon baru. Jargon-jargon yang akrab tapi asing di telinga. Saya dan teman-teman akhirnya banyak memakai dan menyalahgunakan istilah-istilah itu di keseharian kami. Saat mengobrol. Saat menggosip. Saat bercanda. Saat belajar. Cara belajar yang efektif, karena kami jadi mengerti lahir batin bagaimana menggunakan istilah itu.
Ternyata sekarang, anak-anak di kelas saya juga menggunakan cara serupa. Kami sedang belajar tentang peribahasa. Saya tak menghujani mereka dengan daftar peribahasa dan artinya, tapi kami mengarang banyak ilustrasi cerita untuk memahami peribahasa itu. Bagaimana saya tahu mereka mulai mengerti atau tidak? Mereka mulai menggunakannya dalam percakapan sehari-hari, maka saya rasa mereka mulai paham.
Suatu ketika, saya pernah menawarkan mereka untuk bermain atau latihan pentas sebagai ganti pelajaran olahraga. Jawaban yang saya dapat, "Latihan saja bu, sambil menyelam minum air, kan sama-sama capeknya dengan olahraga."
Kalau sedang ribut bercanda waktu istirahat, kadang-kadang saya dengar juga selentingan satu atau dua kalimat.
Peribahasa menggali kubur sendiri juga sempat membuat kami ngobrol panjang tentang drugs abuse, masalah hormon dan teman saat puber menjelang, dan masa-masa sulit tapi seru itu. Diskusi kami ditutup dengan takkan harimau makan anaknya, jadi jangan pernah takut bercerita pada orang tua kalian.
Tadi siang kami bermain cerdas cermat untuk IPS. Ramainya bukan kepalang. Apalagi karena semua pasangan jengkel melihat Lika dan Bram terus melaju dan meninggalkan perolehan nilai yang lain. Saking bersemangatnya, Lika membunyikan angklung sebelum soal yang saya bacakan selesai. Ia dan Bram didiskualifikasi utk pertanyaan berikutnya. Sebentar kemudian, hal yang sama terjadi lagi. Bram mulai jengkel tapi tak bisa marah, maka ia pun berkomentar, "Tersandung batu yang sama dua kali. Eh, itu peribahasa juga kan, bu?"
Saya tertawa-tawa mendengarnya.
Satu pertanyaan berlalu, dan Lika lagi-lagi terburu-buru membunyikan angklung. Dengan suara lebih jengkel lagi, Bram berkomentar, "Tersandung batu yang sama, TIGA kali...."
Wah, kali ini saya benar-benar harus berhenti membacakan soal karena tak bisa berhenti tertawa. Kenapa ya? Tapi adegan itu tadi lucu sekali....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
wahh... dah lama gak baca blog mu... hehehe... seru juga.... lucu banget yah... hahaha... anak-anak sekarang pinter-pinter sih kayaknya? :D
Post a Comment