Teman saya punya anak perempuan manis berusia 2 tahun. Seperti layaknya anak usia 2 tahun, kadang-kadang perilakunya dalam situasi baru tak terduga. Teman saya mengantisipasinya dengan selalu menjelaskan situasi baru yang akan dihadapi si anak dan perilaku apa yang ia harapkan. Misalnya, "Nanti adik pergi sama ibu saja, ya. Ayah tidak ikut. Ayah mau ke bengkel, betulin mobil. Jadi kita cuma pergi berdua. Jangan cari Ayah, ya."
Dari cerita-ceritanya, teman saya selalu berhasil. Kalau sudah tahu bahwa ada banyak teman ibu dan nanti harus memberi salam, maka meski takut-takut dan sedikit malu, si kecil mau memberi salam.
Di sekolah, saya sering (dan mengharuskan diri) melakukan hal yang sama. Menjelang upacara bendera (yang cuma setahun sekali itu) saya akan bercerita pada anak-anak kelas 2, apa saja yang akan kita lakukan, bagaimana caranya, dan bagaimana sikap seharusnya. Kami pergi keluar dan berlatih upacara bohongan. Kami menonton kakak-kakak kelas yang jadi petugas. Ketika hari H tiba, biasanya anak-anak terdorong untuk mempraktekkan apa yang kami pelajari, dan bangga luar biasa bisa menjadi contoh buat adik-adiknya yang lebih kecil.
Menjelang konser yang cukup ketat aturan hening dan teraturnya, saya dan teman-teman pun sudah bilang dari jauh-jauh hari situasinya seperti apa. Kami tak mau anak-anak terserang panic attack berada di ruangan gelap, duduk sendiri, harus tampil di panggung besar, dan tak boleh mendekati orangtuanya. Syukurlah, sampai hari ini kami tak pernah kesulitan membuat anak-anak usia 4 tahun sekalipun duduk tenang menonton konser selama 2 jam dan tampil gembira. Padahal, saya pun sudah siap sedia dengan krayon dan kertas di belakang panggung, barangkali ada yang tak betah duduk anteng.
Menjelang masa-masa ujian untuk anak-anak yang lebih besar, saya juga melakukan hal yang sama. Bukan menakut-nakuti, tapi mempersiapkan mereka. Saya sudah bercerita di entri yang lalu bukan, bagaimana anak-anak kelas 5 bisa mengevaluasi cara belajar mereka sendiri dan menentukan di mana kesalahannya dan bagaimana cara memperbaikinya.
Saat ini di kelas 6, mereka sedang sibuk berlatih soal menjelang UASBN. Guru kelas 6 membekali mereka dengan sebuah buku berisi target-target yang harus mereka capai tiap minggu. Kami menamainya Log Book. Anak-anak membuat catatan tentang bahan mana yang sudah dan belum dikuasai, nilai yang mereka peroleh setiap latihan soal, dan apa yang harus mereka perbaiki. Ibu guru kelas 6 bercerita bahwa anak-anak "sadar" apa yang mereka lakukan. Mereka menunjuk poin standar kompetensi lulusan (SKL) yang belum mereka kuasai dan menghubungkannya dengan soal yang tidak bisa mereka jawab. Beberapa menulis bahwa mereka kurang teliti membaca soal sehingga salah menjawab.
Jangan malas mengajak bicara anak-anak. Mereka tak sebodoh itu sehingga tidak mudah mengerti apa yang kita bicarakan. Tetapi, mereka juga belum hidup cukup lama untuk mengetahui hal-hal yang kita anggap lumrah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment