Saturday, September 16, 2006

Waktu

Ternyata sebelas minggu berlalu sangat cepat.
Dalam sebelas minggu, anak-anak sudah begitu pandai bercerita di depan kelas.
Runtut, jelas, dan meyakinkan.

Kamis lalu adalah hari terakhir pertemuan problem solving untuk kuartal ini. Anak-anak datang dengan gulungan kertas berisi disain sepeda super mereka, kecuali Dhimas dan kawan-kawan. Ia agak marah karena Agung lupa membawa apa yang harus mereka presentasikan.

Saya duduk manis-manis di belakang, sementara anak-anak bergantian menceritakan isi disain sepeda super mereka.

Anak-anak sama sekali tidak malu-malu atau ragu menceritakan kehebatan sepeda mereka yang dilengkapi pelindung otomatis, robot pengayuh pedal, persediaan makanan dan minuman otomatis, berikut toilet dan kamar mandi merangkap tempat tidur. Belum lagi payung yang bisa terbuka otomatis begitu terkena tetesan air. Oh, ada juga yang melengkapi sepedanya dengan sayap dan "tutup" agar bisa menyelam. Terserah kalian lah nak, mungkin lima puluh tahun lalu telepon genggam dengan kamera video dan fasilitas push email juga tak pernah terpikirkan siapapun bahkan sutradara film.*

Lucunya, di tengah khayalan gila itu, anak-anak tetap logis mempertahankan pendapatnya.

Dhiadri : Sepeda ini bisa mengganti ban dengan otomatis. Jadi bannya akan berubah kalau berjalan di air, di batu-batuan, di pasir, atau di lumpur, sesuai keperluan.
Teman-teman: (berbisik-bisik) hihi.. bisa dipakai di tempat lumpur lapindo.

Dhiadri dan Riri terus menjelaskan tentang bagaimana sepeda mereka tetap kecil dan sederhana agar mudah dikayuh, juga dilengkapi dengan fitur penyedia makanan dan minuman otomatis. Mereka juga menjelaskan knalpot kecil yang ada di gambar.

Saras : Ada knalpotnya? Berarti pakai bahan bakar dong. Kita pakai sepeda, kan, untuk mengurangi polusi?
Dhiadri : Jangan kuatir, knalpot ini canggih sekali. Dia hanya mengeluarkan sediiiiit sekali asap enam hari sekali!
Riri : Sepedanya tidak pakai bahan bakar. Ini knalpot dari kompor tempat menyediakan makanan.
Yang lain : OOOOOOOOH... bilang dong.

Kelompok Adinda memilih untuk mendisain sepeda dengan mesin waktu dan mesin kebutuhan. Mesin waktu memungkinkan sepeda dikayuh ke masa depan atau masa lalu **, sementara mesin kebutuhan akan memberikan apa saja yang kita butuhkan.

Mini : Aku mau tanya! Mesin kebutuhan mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan dari mana?
Adinda : (kelihatan bingung) ya dari mesinnya....
Saya : Bu Tia tahu! Mungkin dari mesin waktu? Bisa mengambil barang di masa lalu atau masa depan?
Adinda : Iya betul!
Mini : Minta ijin dulu tidak, mengambil barangnya? Kita tidak bisa mengambil begitu saja, lho.

Di penghujung waktu, ketika semua sudah selesai presentasi, Dhimas berkomentar.

Dhimas : Dari semua gambar sepeda, tidak ada yang aerodinamis.
Yang lain : Apa tuh, aerodinamis?
Dhimas : ... Aku juga tidak tahu. (Barangkali maksudnya tidak bisa menjelaskan)
Yang lain : Duuuh....


Seharusnya saya rekam percakapan kami 40 menit itu, ya. Lalu saya buat verbatimnya.
Mengingat-ingat sepotong saja saya bisa tertawa sendiri sambil menyetir.

Lebih dari itu, saat mendengarkan mereka dari bagian belakang kelas, saya bisa tahu apa yang mereka ketahui dan bagaimana mereka mengaplikasikan apa yang mereka tahu.
Saya tak perlu menyuruh mereka diam mendengarkan saya.
Saya tak perlu membuat tes tertulis dan menuduh mereka tak tahu apa-apa karena tidak mendengarkan saya.




* Boleh saja saya dikoreksi. Lima puluh tahun lalu sudah ada belum sih, film tentang "masa depan" ?

** Adinda sudah membaca buku Momo (Michael Ende) dua kali setahu saya. Buku itu bercerita tentang keberadaan waktu. Teka-teki favoritnya datang dari buku ini. Saya salinkan:

Di suatu rumah tinggal tiga bersaudara, namun wajah mereka tiada serupa.
Ketika mau membedakan mereka bertiga, maka yang satu menjadi mirip yang dua.
Si sulung sedang tidak ada, dia baru mau pulang ke rumah.
Si tengah sedang tidak ada, rupanya dia pergi sudah.
Di rumah hanya ada si bungsu, sebab takkan ada yang dua tanpa dia.
Tetapi si bungsu yang dimaksud oleh kita, ada hanya karena si sulung jadi si nomor dua.
Dan setiap kali kita memandangnya, yang tampak selalu salah satu kakak.
Sekarang katakanlah: Apakah yang tiga itu hanya satu? Atau hanya dua? Atau sama sekali tidak ada? Jika kau sanggup menyebut nama mereka, kau akan mengenali tiga raja yangsangat berkuasa. Kerajaan besar yang mereka perintah bersama, sekaligus merupakan jati diri mereka.

Jawabannya klik di comments. Sekedar supaya anda penasaran saja.

Bagaimana bisa begitu? Baca saja bukunya.






3 comments:

Tia said...

Si Sulung adalah Masa Depan
Si Tengah adalah Masa Lalu
Si Bungsu adalah Sekarang
Mereka memimpin kerajaan bernama Waktu.

Amalia said...

aduh mba tia..kok kayaknya seru bgt ya kelasnya..perasaan aku waktu sd ngga ada tuh pelajaran kayak gt..hehe..

btw, layoutnya ganti ya??

Tia said...

iya ya.. dulu kita sibuk ngikutin buku cetak. hehehe...