Sunday, September 09, 2007

Bukan Milik Saya

Rutinitas akhir kuartal, seperti biasa, membuat saya punya kesempatan menengok ke belakang. Apa yang sudah terjadi sepuluh minggu terakhir ini?

Dalam kuartal kali ini, saya merasa overwhelmed pada kemampuan dan perkembangan anak-anak di kelas 5. Saya sering mudah terpukau ketika anak-anak-anak tak mudah puas dan mudah percaya pada asumsi. Pada banyak kegiatan mereka selalu bertanya pada saya. Lagu ini diciptakan tahun berapa? Ada apa waktu itu? Seperti inikah mereka berpakaian? Apa saja yang keren waktu itu? Benarkah orang-orang berpikir seperti ini? Tidak seperti sekarang?

Saya juga mudah terhanyut perasaan bersemangat ketika mendapati anak-anak mulai bisa menerima dan memahami berbagai sudut pandang yang berbeda. Suatu ketika Lika, Bram, dan Mini membicarakan tiga batasan mengenai apa itu remaja berdasarkan agama "Yang penting sudah akil baliq, " kata Lika. "I should have teen in my age like thirteen. That's what I know in America, " kata Kirtti. Bram menambahkan "Kalau menurut buku biologi, umurnya sudah diatas sepuluh tahun."

Di hari yang lain, anak-anak mendadak sadar bahwa satu fakta bisa diinterpretasikan berbeda oleh dua pihak yang berlawanan. Mulanya dari Iwo Jima, lalu Letters of Iwo Jima, yang menurut Bram diceritakan dari sudut pandang Jepang. Saya katakan, tentu menyenangkan kalau kita juga bisa menonton film dari sudut pandang Sekutu tentang masalah yang sama.

Seseorang tertawa dan berkata, "Ya, ya, seperti orang bertengkar saja. Kalau ditanya akan menjawab sesuai apa yang dia rasa benar."

Saya merasa penuh dengan kagum dan harapan, semoga mereka bisa seperti ini terus. Mereka sudah punya modal-modal dasar untuk belajar sejuta hal baru di luar sana. Mereka kritis bertanya. Mereka berani mengemukakan pendapatnya. Mereka bisa setuju dan tidak setuju dengan sebagian pendapat temannya. Mereka tahu cara menggunakan berbagai sumber referensi. Mereka mulai menyadari waktu dan tempat memiliki konteks berbeda. They can be almost anything.

Mendadak saya takut semua hilang begitu saja. Apa yang sudah ada pada anak-anak ini, belum menetap. Satu dua tahun belajar satu arah saja akan mengikis semua kemampuan yang mereka bisa. Saya tidak mau! Saya takut kehilangan semua yang saya lihat dan dengar dari mereka. Mereka pasti bisa bertahan dan mungkin memiliki nilai rapor yang baik di sekolah manapun yang mereka masuki. Mungkin mereka perlu waktu untuk beradaptasi, tapi mereka akan segera berhasil memenuhi norma-norma lingkungannya. Bukan itu yang saya takutkan.


Maka dalam satu perjalanan pulang, saya ceritakan kekhawatiran saya pada The Great Alexander. Ia mendengarkan saya dengan seksama, tersenyum-senyum lalu menertawakan saya.

"Tahu tidak, kamu melihat mereka seperti barang-barang milikmu."

"Masa?"

"Ya. Terserah mereka, apakah mereka tetap mau jadi seperti ini sepanjang hidup mereka atau mendadak ganti haluan dan membuang semuanya lalu memakai cara yang baru. Itu bukan urusanmu. Urusanmu adalah mengajar mereka sekarang. "

Saya diam. Dia benar. Tugas saya adalah mengembangkan semua potensi dan bekal mereka untuk belajar apa saja semau mereka kelak. Apakah mereka akan membuang semua yang saya berikan karena tidak sesuai lagi dengan diri mereka kelak, itu bukan urusan saya.

Waktu saya bersama mereka adalah sekarang, bukan besok atau lusa.
Besok dan lusa adalah milik mereka. Saya tidak bisa mengganggu gugat itu dengan mimpi-mimpi atau selera saya.

Sulit ya, untuk tidak merasa memiliki.

1 comment:

Unknown said...

saya landy, saya mahasiswa semester 7 sudah mulai mau cari bahan untuk skripsi, rencananya mau ambil materi sekolah alternative di indonesia, bisa bantu gak ya untuk info2nya