Thursday, May 08, 2008

Memimpin Kota

Jika ditanya, apakah saya lebih suka mengajar anak-anak usia dini atau anak-anak usia "menengah", saya agak bingung menjawabnya. Jelas anak-anak yang lebih muda begitu lucu dan menyenangkan. Saya sering mendapat pelukan, dan kalau mereka tertawa, dunia rasanya indah sekali. Pertanyaan-pertanyaan mereka, perkembangan mereka, mudah membuat saya takjub.

Mengajar anak-anak yang lebih besar, tak kalah menyenangkannya. Dunia mereka tak lagi sepenuhnya berpusat pada "aku". Mereka sudah lebih lihai bicara dan witty sekali. Sindirannya tajam, komentarnya menonjok, cara pandang mereka amat menarik. Saya tidak pernah bosan (setidaknya bersama kelas ini). Anak-anak ini adalah orang dewasa dan anak-anak sekaligus. Mereka masih suka main tanah dan harus ditegur karena main air sampai becek. Di sisi lain, mereka mengejutkan saya dengan pemikiran-pemikiran yang saya kira tak akan muncul dari mulut mereka.

Beberapa minggu belakangan ini, anak-anak makin sering protes dan mengeluh tentang segala macam. Kemarin ngomel karena ada jerapah mati menelan plastik. Suatu kali ingin menulis surat ke koran karena ada orang yang menyalakan mobil berjam-jam hanya agar tetap dingin saat si bos naik lagi ke mobil.

Salah satu sasaran mereka adalah pemerintah yang tidak becus, terutama pemda kota ini. Hihihihi. Begitu seringnya mereka ngomel sampai kadang-kadang saya tak ingat apa asal muasalnya. Tapi saya jadi senyum-senyum sendiri waktu Bram tahu-tahu nyeletuk, "Ah, lebih baik kita saja yang jadi pemerintah kalau begini caranya."

Menurut mereka, memilih gubernur yang satu ini adalah kesalahan besar. Saya keburu tertawa-tawa karena terkejut hingga lupa bertanya apa penyebabnya. Tapi mereka setuju bahwa dipilih karena pengalaman adalah alasan yang aneh. Kemudian anak-anak mulai menyahut, Bram, kamu kan yang suka politik, mungkin kamu nanti jadi gubernur tahun 2035. Mereka benar-benar berpikir bahwa suatu hari nanti mereka ada di sisi itu; memerintah.

Saya kurang suka protes panjang tapi tak punya penyelesaian masalah. Maka saya balik bertanya, memangnya apa yang akan kalian lakukan kalau kalian jadi pemerintah?

Saras yang menjawab saya. Ia ingin membuat suatu pusat pelatihan tenaga kerja. Katanya dia akan membuat semua orang mau menerima para pencari kerja meskipun mereka tak terlatih, sebab ia akan menjamin mereka semua jadi terampil dan terlatih.

Lika menimpali, Saras sudah "memikirkan" itu sejak lama.

Kami membicarakan semua ini sambil menggambar, atau makan siang. Kami membicarakan semua ini sambil menertawakan aneka komentar konyol, dan kami pun bertelanjang kaki.

Ide main gubernur-gubernuran ini saya tanggapi saat kami belajar tentang pariwisata. Apa yang akan kalian lakukan kalau kalian jadi kepala daerah yang berpotensi untuk jadi tempat wisata?

Jawaban anak-anak sangat menarik. Umumnya mereka ingin membuat kotanya lebih bersih. Lebih dari separuh berpikir untuk memisahkan kawasan pemukiman dan kawasan berkegiatan para turis. Mini ingin membuat sanggar seni. Bram akan membuat penduduknya lebih banyak naik sepeda. Dara ingin membuat restoran yang makanannya disesuaikan dengan selera turis yang tidak suka pedas. Tapi jawaban paling cerdas adalah jawaban Dito. Ia ingin menerbitkan buku yang bercerita tentang daerahnya. Ia berpikir tentang promosi.

Suatu kali mereka akan terbang entah kemana. Mungkin, saat itu saya masih asyik memeriksa tulisan anak-anak tentang buku yang mereka baca. Hihihi...

1 comment:

m.friya said...

aih... kok sama sih anak2 itu sama gue??.. suka berandai-andai jadi walikota (hanya walikota kok.. bukan gubernur...)..hihihi.. yang dewasa yang mana ya??.. hihihihi