Saturday, April 14, 2007

Alat Tulis

Berkat IPDN, semua media membahas tentang sekolah-sekolah berasrama dan cara mereka menerapkan disiplin. Para mahasiswa pun diwawancara tentang dispilin-disiplinan.

Seorang mahasiswi ditanya mengapa ia memelihara kamarnya agar tetap rapi (pemeriksaan dilakukan secara berkala), si mahasiswi menjawab, "Soalnya malu, nanti namanya ditulis di jurnal".

Ia bicara tentang hukuman.

Untuk masalah lain lagi si mahasiswa menjawab, "Saya takut dikeluarkan."

Lagi-lagi bicara tentang hukuman.

Buat saya cukup memprihatinkan kalau beberapa mahasiswa yang dipilih secara acak lalu ditanyai selalu menjawab dengan pertimbangan takut akan peraturan dan hukuman.

Ayo kembali ke kelas kami. Di sekolah kami anak-anak tidak perlu membawa alat tulis sendiri. Sekolah menyediakan semua alat tulis yang dibutuhkan seperti pensil, penggaris, penghapus, pensil warna, spidol dan krayon. Saya mengelompokkan peralatan itu masing-masing empat set dan memasukkannya dalam sebuah kardus berwarna. Setiap kelompok meja mendapat satu kardus.

Kericuhan terjadi setiap ada anak yang asal comot alat tulis lantas tidak mengembalikannya ke kardus semula. Tiap kali terdengar teriakan, "HEI. INI PENGHAPUS DI KOTAK KUNING KOK CUMA DUA?"

Maka kami sepakat untuk selalu mengambil kotak alat tulis itu tiap pagi, meletakkanya di meja, baru menggunakannya bersama-sama.

Suatu pagi Zaky tidak melakukannya. Ia ambil pensil saja dan langsung memakainya. Teman-temannya protes. Saya membawa "masalah" ini ke dalam diskusi pagi.

Mengapa kita harus membawa seisi kotak dan bukan cuma pensilnya saja?

Fia bilang, " Supaya tidak hilang-hilang, Bu. "

Medina menambahkan, " Kalau ternyata yang kita ambil punya kelompok lain nanti mereka bingung mengapa alat tulisnya berkurang, dan tidak tahu ada di mana."

Kata Tara, "Kalau tiap kali kita harus mencari-cari nanti bisa kehabisan waktu untuk mengerjakan yang lain."


Anak-anak saja bisa diajak mengerti mengapa kita sebaiknya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Apakah jika mereka makin dewasa kelak, mereka akan potong kompas dan melakukan sesuatu hanya karena harus atau takut?

Semoga tidak.

No comments: