Mampir di kelas-kelas lain ternyata menyenangkan. Saya jadi punya kesempatan mengevaluasi kembali kegiatan saya di kelas sendiri.
Kemarin saya jadi berpikir tentang tingkat keterlibatan seisi kelas terhadap kegiatan yang saya rencanakan. Begini, saya tidak percaya bahwa anak-anak tidak disiplin, kesulitan memusatkan perhatian, dan tidak bisa diatur. Jika satu atau dua orang sesekali "kehilangan kontak" dengan kelas, saya masih bisa menolerir. Tidak semua anak ada dalam kondisi sempurna untuk berada di kelas. Saya saja tidak selalu bisa begitu.
Saya terganggu kalau setengah jumlah anak mulai gelisah di karpet, atau membuat keributan saat menunggu giliran. Sama terganggunya kalau dalam satu kegiatan semua anak sibuk bertanya -bahkan tentang hal-hal sepele- pada saya atau guru lainnya. Atau, anak-anak asyik mengobrol yang lain-lain kecuali mengerjakan pekerjaannya.
Bukan, itu bukan karena mereka tidak disiplin. Itu karena saya, gurunya, gagal merencanakan dan menyediakan kegiatan yang sesuai dengan minat dan tingkat kemampuan mereka.
Itu tugas saya. Memastikan semua anak, dengan berbagai tingkat kemampuan, terlibat dalam setiap kegiatan sesuai dengan porsinya. Tidak merasa gagal, atau kecil hati. Tidak merasa melakukan hal-hal tidak penting yang membosankan.
Saya sedang belajar melakukannya setiap hari, tetapi sama sekali tidak mudah. Jika harus memimpin kelas, maka yang paling mudah adalah menjaga agar semua anak tetap berada di koridor yang sama. Mengerjakan tugas yang sama, dengan kualitas keluaran yang sama.
Masalahnya anak-anak tak semua sama. Sebagian ingin melaju secepat ia bisa, sementara temannya ingin santai-santai saja menikmati apa yang ada. Ada anak-anak yang bisa menulis sambil merem, sementara ada yang putus asa membedakan huruf b dan d, apalagi membunyikannya.
Dua hal yang sebisa mungkin saya lakukan agar setiap anak terlibat sampai waktu kegiatan habis. Satu, menyediakan beberapa alternatif kegiatan. Jika kamu sudah selesai dengan tugas ini, kamu bisa melakukan hal-hal itu. Dua, saya merancang kegiatan yang memungkinkan setiap anak punya target yang berbeda.
Dua hari belakangan saya cukup puas dengan kegiatan IPS di kelas. Hari Jumat lalu kami melihat peta Jepang dan Indonesia lalu membandingkan apa yang mereka lihat dalam dua peta itu. Tanggapan anak-anak bervariasi. Ada yang bisa mengenali bahwa keduanya adalah negara kepulauan, ada juga yang mengatakan bahwa pulau-pulau di Indonesia letaknya melebar, sementara di Jepang memanjang. Tidak salah juga kan?
Ada anak-anak yang dapat menghubungkan fakta letak negara dengan iklimnya, ada yang tidak. Karena kami berdiskusi, semua anak punya kesempatan untuk mengatakan pendapatnya, atau mendengarkan saja. Setelahnya kami membuat diagram venn untuk membandingkan dua negara itu. Sebagian anak hanya mengulang apa yang kami bicarakan. Mereka yang lebih tertantang mencoba mencari fakta-fakta baru. Tara cepat mengenali bahwa dua-duanya termasuk benua Asia. Teman yang lain juga bertanya apakah dua-duanya "berbagi" Samudera Pasifik yang sama?
Mereka mewarnai dan menggunting peta masing-masing lalu menyusunnya kembali. Ketika mengedarkan pandangan saya baru sadar bahwa semua anak terlibat, baik dengan peta, gunting, lem, atau pensil warna. Dewa mencoba menggunting serapi mungkin karena ingin punya peta yang bagus. Zaky dan Bintang saling membantu saat mereka harus mencari nama-nama kota. Mey berusaha meletakkan warna kuning dan cokelat dalam peta setepat mungkin. Saya melihatnya mengobrol dengan teman sebelahnya untuk membicarakan letak gunung yang ada di " ini yang warna cokelat-cokelat ..".
Kami pun sempat tertawa-tawa karena ada yang mengucapkan Nagoya sebagai Nagagoya, sementara temannya sibuk mencari-cari. Ketemunya Nagasaki.
Anak-anak menolak makan siang. Kami terlambat lima belas menit.
Begitupun hari ini. Saya menempelkan 20 bacaan tentang Jepang di kelas, di selasar, dan di aula. Topiknya aneka rupa, mulai dari sumpit sampai sumo. Saya bekali tiap anak dengan 20 pertanyaan yang harus mereka cari jawabannya sambil keliling sekolah. Mereka belajar melakukan pemindaian dan mencari pokok kalimat. Sesuatu yang cukup advance, sebenarnya. Tenang saja, saya juga memasukkan pertanyaan-pertanyaan mudah.
Satu jam mereka lari-lari, cari-cari, dan tulis-tulis di mana -mana. Saya sempat ke perpustakaan mengambil dua buku, dan saat saya kembali semua masih asyik. Sekar dan Maira tanpa saya duga cukup telaten dan tenang mengumpulkan jawaban satu demi satu . Medina mengecam Sargie yang sibuk teriak-teriak takut kehabisan waktu, "Kapan selesainya kalau kamu kayak gitu."
Semua terlibat, semua capek, semua melakukan sesuatu. Berapapun jumlah jawaban mereka tak lagi masalah buat saya. Mereka benar-benar bekerja keras. Saya terima hasilnya dengan senang hati.
Ini belajar, menurut saya. Tak ada waktu terbuang untuk menunggu atau mengejar-ngejar teman.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
halo salam kenal,
manggilnya Tia ya?
sebenarnya blog kamu ini di rujuk ama temenku (enggak tau juga sih dia tau dr mana, mungkin hasil blog walking kali ya) ....
anyway, seru baca cerita2 kamu ... mengingatkan saya akan jaman dulu waktu masih megang kelas Toddler ...
sbnr nya mau nanya, boleh aku link enggak blog kamu? suatu hiburan buat aku membaca keunikan anak2 didik kamu ..
thanks,
-ii-
hai...
iya, saya tia. boleh aja dilink... dengan senang hati.
:)
thanks ya .... biar temen2 yg lain juga bisa baca ;)
Post a Comment