Tuesday, June 17, 2008

Pelajaran Bernama PLKJ, eh, PLBJ

Jadi, pada semua sekolah dasar di Jakarta, ada sebuah mata pelajaran muatan lokal bernama PLKJ, eh, ternyata baru saja saya tahu namanya menjadi PLBJ (Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta).

Apa isinya?

Macam-macam; permainan tradisional, cerita rakyat, kesenian Jakarta dan masalah lingkungan seperti air, polusi, sampah, dan sebagainya.

Sepintas tampak menarik, tapi kalau melihat bagaimana materi disajikan dalam buku pelajaran aneka penerbit , atau bagaimana permainan tradisional DIUJIKAN dalam pilihan ganda, kadang-kadang saya pun ikut putus asa.

Tetapi, untuk apa mengomel terus? Di kuartal terakhir ini saya tidak membuat kuis, evaluasi, atau bentuk tertulis apapun tentang PLKJ atau PLBJ itu. Kelas 5 membahas tentang ruang terbuka hijau dan selama berminggu-minggu kami berkutat membuat maket kota dengan ruang hijau 30 %.

Kami sudah tahu, Jakarta padat luar biasa. Kami juga sudah tahu orang-orang yang tinggal dan bekerja di Jakarta tak mungkin diusir. Kami tahu bahwa seharusnya ada 30 % ruang terbuka hijau di sebuah kota, sementara Jakarta hanya punya 7 % saja. Sebagian berupa lapangan golf, yang tentu saja tak bisa dinikmati banyak orang. Can we do something about it?

Dengan aneka persediaan art and craft di kelas, ditambah barang-barang bekas, jadilah anak-anak membuat maket kota dengan syarat, 30 % ruang terbuka hijau.

Saat presentasi tiba. Kelompok Lika, Mita, dan Dito menggotong maketnya ke depan kelas dan mulai bercerita. Mereka menempatkan hutan kota di sebelah tempat parkir mobil yang padat. Mereka membuat taman atap dan mengganti semua pagar besi dengan tanaman merambat atau tanaman yang bisa dijadikan pagar. Mereka membuat peraturan setiap rumah harus menanam satu pohon (atau meletakkan pot-pot tanaman) dan memperlebar bahu jalan sehingga orang bisa bersepeda atau berjalan kaki. Mereka bahkan menambahkan ide jembatan akar (seperti yang ada di Sumatera Barat) untuk menghubungkan gedung satu dan lainnya!

Teman-teman yang lain terkesan dengan presentasi mereka sehingga berkomentar, "Ini sepertinya agak belum selesai (menunjuk bagian putih kosong dan pondasi supermarket). Kamu selesaikan saja, lalu kirim ke pemerintah."

Kelompok Adam, Bram, Putu dan Saras membuka presentasi dengan kalimat, "Kelompok kami lebih fokus pada life style."

Maksudmu?

Mereka menunjukkan maket kota yang amat sibuk dan penuh gedung-gedung tinggi, berikut mobil sport warna cerah yang melintas. Adam menunjukkan restoran cepat saji dekat taman kota yang tidak menyediakan kemasan plastik. "Pengunjung harus bawa gelas sendiri, dan di kota ini trendnya begitu."

Mereka membuat area khusus jalan kaki dan bersepeda yang cukup luas. Hanya jalan utama saja yang bisa dilintasi mobil. Selebihnya, harus jalan kaki atau naik sepeda, kata mereka. Kemudian, Adam dengan bangga menunjukkan kompleks pemakaman yang hijau dan penuh bunga-bunga hasil karyanya. Teman-teman tertawa, tapi mereka setuju bahwa kelompok ini pun berusaha menghijaukan kotanya.

Saya tak perlu ujian bukan, untuk melihat apakah anak-anak mengerti tentang apa gunanya ruang hijau dan bagaimana menambah ruang hijau. Apakah mereka akan ingat materi ini?

Beberapa hari kemudian, saat makan siang, seseorang bercerita dengan nada kesal pada saya,
"Bu, ternyata ada lho peraturannya bahwa setiap rumah itu harus ada pekarangan dan pohonnya!"

No comments: