Jika kita mengintip segmen membaca dalam kurikulum nasional, yang terlihat adalah penekanan pada bagaimana cara membaca. Membaca dengan lantang, membaca dengan intonasi yang benar, membaca untuk mencari inti permasalahan, dan seterusnya. Sangat teknis.
Pertanyaan mengapa saya perlu membaca hampir tidak pernah dibahas. Membaca (dalam kurikulum itu) selalu terisolasi dalam bentuk bacaan, puisi, dongeng, dalam unit-unit buku pelajaran. Tidak ada kegiatan tentang membaca label, membaca rambu dan petunjuk, membaca novel yang bagus, membaca manual, membaca koran, membaca tabel, membaca daftar, membaca untuk mencari tahu, dan membaca untuk kesenangan.
Siang tadi, saya dan anak-anak membaca buku tentang olahragawan. Kami mengobrol tentang bagaimana caranya menjadi olahragawan yang hebat. Anak-anak setuju bahwa untuk menjadi olahragawan yang hebat harus berlatih dengan sungguh-sungguh, mengatur makan, dan istirahat yang cukup. Jawaban menarik muncul dari mulut Putri. Ia berpendapat bahwa untuk menjadi olahragawan yang baik, kita harus banyak membaca dan mencari tahu tentang olahraga itu. Belajar taktik dan strategi agar bisa menang.
Saya minta anak-anak berangan menjadi seorang olahragawan hebat. Cabang olahraganya boleh pilih sendiri. Ketika anak-anak membuat peta rencana menjadi olahragawan yang hebat, saya berkeliling mengintip pekerjaan mereka. Mereka menulis rencana latihan mereka(saya akan latihan tiga jam sehari dengan pelatih paling hebat), cara mengatur makan (saya akan makan sayur, minum vitamin, minum susu, mengurangi permen dan gorengan), dan istirahat (saya tidak akan tidur terlalu malam agar bisa bangun pagi dan latihan lagi). Banyak yang menulis tentang bagaimana belajar menjadi olahragawan yang hebat dengan
- mempelajari sejarah figure skating
- banyak membaca tentang catur.
- mempelajari cara kerja mobil balap.
- membaca buku tentang sepakbola.
- menonton rekaman figure skating dan mempelajari gerakannya.
Kalimat-kalimat ini membuat saya bisa melihat bahwa di kepala anak-anak ini, membaca adalah salah satu alat untuk mencari tahu tentang hal-hal yang mereka minati. Dalam lingkup sederhana (walaupun kalimat belajar sejarah tidak sederhana) tampaknya mereka sudah memiliki gagasan bahwa membaca adalah alat untuk belajar.
Kalau sudah sampai di sini, saya tidak akan heran kalau mereka banyak membaca. Bukan hanya karena mereka berminat, atau membaca itu menyenangkan, tapi lebih karena mereka membutuhkannya untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment