Thursday, January 12, 2006
Mencontek
Beberapa hari lalu saya mengobrol dengan sepupu-sepupu berikut anak-anak mereka yang masih berusia 6 -9 tahun. Sepupu-sepupu saya berbagi cerita, bagaimana anak-anak mereka sering menjawab asal saja kalau tidak terlalu mengerti pertanyaan ulangannya. Si anak pun menjawab santai,
"Aku nebak lho kalau aku nggak ngerti."
"Iya, aku juga. Atau aku tanya sama teman sebangkuku."
"Kalau nggak ngerti nyontek aja."
Kami hanya tertawa-tawa mendengar jawaban polos mereka.
Begitu kenal ulangan, saat itu anak-anak kenal mencontek. Diminta menghadapi kertas ulangan sendirian tanpa asistensi guru dan teman, suasana yang hening dan kaku, memaksa anak-anak untuk merasa "saya harus berhasil bagaimanapun caranya."
Tentang contek-mencontek, saya baru membahasnya dengan teman saya yang mengajar di kelas yang lebih tinggi. Ia bercerita bahwa anak-anak di kelasnya juga mulai mencontek sedikit-sedikit. Kalau teman saya melihat, ia akan menegur. Terutama kalau terlalu kelihatan. Anak-anak yang kecenderungan menconteknya tinggi dan hampir tidak berusaha mengerjakan sama sekali ia pindahkan ke deret paling depan. Teman saya juga sempat terlibat percakapan yang menurut saya hillarious, dan membuat murid-muridnya terdiam.
"Kok Ibu tahu sih kalau ada anak yang mencontek."
"Tentu tahu. Ibu tahu semua trik-triknya."
"Kok bisa tahu? Ibu dulu pernah nyontek ya?"
"Iya. Makanya Ibu tahu semua cara menyontek kalian."
Menurut teman saya ini, tidak ada salahnya anak-anak mulai belajar menyontek.Kadang-kadang ia membiarkan anak-anak melakukannya. Ia tetap menegur kalau si anak nyata-nyata kelihatan menyontek. Katanya, belajar nyontek pun harus belajar nyontek yang betul. Kalau masih ketahuan namanya belum bisa menyontek. Bahkan mereka harus tahu itu. Jangan sampai nanti keluar dari sekolah ini lalu jadi aneh. Nyontek tidak tahu, lihat orang nyontek kaget. Sekali mencoba ketahuan pula! Hey, kita hidup di dunia nyata, dan anak-anak harus tahu itu. Lagipula mereka tidak bisa selamanya dilindungi dari dunia yang kejam.
Percakapan ini menyegarkan. Sejujurnya saya setuju dengan teman saya. Mencontek hanya bagian dari mengerjakan tes tertulis. Bagian lebih sulit yang harus kami ajarkan pada anak-anak adalah bagaimana membuat pilihan yang benar. Dan yang paling sulit adalah menanamkan nilai menghargai diri sendiri termasuk menghargai hasil kerja sendiri. Kadang sebagai guru pun saya masih sering 'kelepasan' juga untuk kelewat mendorong anak-anak mendapat nilai baik bukannya berusaha yang terbaik.
Kalau tidak mau anak-anak mencontek sama sekali, jangan lakukan tes tertulis yang kaku seperti itu. Di kelas saya selalu mencoba berbagai kegiatan yang aneh-aneh dan tidak melulu tes tertulis dengan kertas dan pensil untuk mengevaluasi hasil belajar. Umumnya mereka juga tidak ingat untuk mencontek atau panik harus mendapat hasil yang baik. Proyek atau permainan yang dilakukan biasanya begitu mengokupasi pikiran hingga tidak sempat lagi berpikir untuk mencontek. Lagipula apa yang bisa dicontek? Tapi, perlu diingat juga bahwa saya memang bekerja dengan anak-anak yang lebih muda. Anak-anak yang akan saya bunuh pelan-pelan kalau saya hanya mengandalkan tes tertulis berupa ulangan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment