Bersamaan dengan tahun baru dan kuartal baru, saya meluncurkan jurus-jurus baru di kelas.
Selama ini saya sangat concern dengan beberapa hal tentang perilaku anak-anak saya. Beberapa tampaknya memerlukan kerja keras kami, guru-gurunya, untuk mendorong rasa percaya diri mereka. Bahkan hanya untuk berbicara dengan suara keras. Beberapa anak lain membuat saya seringkali harus menghela nafas dalam-dalam saking ignorant-nya dengan lingkungan di sekitar mereka. Menghilangkan mainan atau alat tulis dianggap angin lalu. Bosan juga saya, terus-menerus jadi nenek cerewet.
Saya mencoba mencari celah dalam rutinitas kelas untuk membantu mengatasi concerns itu tadi. Selama ini -- seperti umumnya kelas-kelas di SD-SD Indonesia-- kami punya ketua kelas plus kelompok tugas harian. Pada kenyataannya tugas mereka tak lebih dari memimpin doa dan menghapus papan tulis. Itupun sering lupa. Saya percaya bahwa memilik tanggung jawab sendiri, meskipun kecil, banyak artinya bagi perkembangan konsep diri dan citra diri anak-anak. Saya tahu betul, sedikit tanggung jawab justru merupakan barang langka bagi anak-anak kelas saya yang tak ubahnya raja-raja dan ratu-ratu kecil di rumah masing-masing. Selalu ada orang lain yang mengurus semuanya.
Berdua, saya dan Bu Novi menciptakan beberapa jabatan tugas di kelas. Macam-macam. Ada yang khusus mengurusi pernak pernik berkaitan dengan alat tulis *, ada yang bertugas mengatur acara baris berbaris, ada yang jadi pustakawan mencatat semua urusan pinjam meminjam dan rapi merapikan buku. Ada yang ditugasi untuk mengurusi penggunaan papan tulis. Yang lain lagi tugasnya membantu segala bentuk distribusi kertas, lembar kerja, buku, dan sebagainya. Kami atur sedemikian rupa sehingga kami punya sembilan tugas berbeda. Satu orang lain akan diangkat jadi mandor berpangkat Kapten Kelas 2. Saya dan Bu Novi sadar betul bahwa dalam minggu-minggu pertama kami harus sabar dan telaten mengingatkan mereka akan tugas-tugasnya.
Saya buat kalung-kalung bertuliskan jabatan mereka di kelas. Saya tulis deskripsi tugas mereka di dinding, dan saya jelaskan aturan mainnya. Setiap anak akan menduduki posnya selama satu minggu. Anak-anak mengerti, meski tidak menunjukkan antuasiasme berlebihan. Dila bertanya pada saya, "Kalau semua ini kita yang mengerjakan, apa yang akan dikerjakan Bu Tia?"
Hahaha. Pertanyaannya persis sama dengan pertanyaan seorang murid dari guru yang metodenya saya tiru ini.
Hari ini adalah hari pertama jurus baru diluncurkan. To my surprise, anak-anak mengurus dirinya dan tugasnya dengan baik hari ini. Riri langsung menuliskan agenda esok hari di papan tulis. Agung yang biasanya cuek setengah mati selalu menginspeksi kerapian kelas kami tanpa disuruh-suruh. Ketika guru-guru yang mengajar perlu menggunakan kertas atau buku, anak-anak langsung menatap Dhiadri penuh arti "menyuruh" dan langsung antri mengambil alat tulis masing-masing. Thalia yang biasanya tidak bersuara bisa cukup berwibawa mengatur teman-temannya berbaris. Saya bahkan tidak perlu lagi mengatur lalu lintas acara cuci tangan. Zaky yang biasanya lupa semua hal hari ini selalu ingat untuk bertanya, 'Bu, papan tulisnya sudah boleh dihapus?"
Masih panjang perjalanan kami membuktikan bahwa little chores is good for your characters. Setidaknya pada hari pertama anak-anak menunjukkan pada saya bahwa mereka senang dan merasa berarti bisa berpartisipasi penuh di kelas kami.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment