Sudah dua hari anak-anak mengerjakan timeline biografi Alexander Graham Bell. Mereka (baru) sadar bahwa Alexander Graham Bell sudah meninggal dan mulai merasa kasihan. Saya bilang, manusia tak bisa hidup selamanya. Lihat saja tahun kelahiran Bell, kalau sekarang ia masih hidup usianya sudah 160 tahun. Tak ada orang bisa hidup selama itu.
Anak-anak mulai bicara tentang meninggal, lantas tentang kiamat.
Gita : Kiamat itu kapan, Bu?
Saya: Tidak ada yang tahu.
Gita : Kiamat kan datangnya kadang-kadang ya Bu?
Saya: Kadang-kadang? Kiamat cuma sekali, bukan?
Gita : Iya... datangnya kadang-kadang.
Saya : (Berpikir dulu..) Maksudmu TIBA- TIBA?
Gita : Oh, ya, tiba-tiba.
Medina dan anak-anak yang lain mulai berbagi pengetahuan dari Ustadz masing-masing. Tanda-tanda kiamat itu adalah... laki-laki mulai pakai baju perempuan... tidak ada lagi suara azan... gedung lebih tinggi dari pohon.
Gita memandang saya yang diam saja membiarkan mereka mengobrol,
"IBU... gedung kan memang lebih tinggi dari pohon!"
Saya tidak bisa berhenti tertawa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
heeee..
aku baru tau kalo salah satu tanda kiamat itu gedung lebih tinggi dari pohon..
hahahaha ;p
Hehehe, lucu... tapi terus terang gue jadi mikir, apakah memang perlu anak seusia itu diberitahukan sebuah konsep yang sangat spesifik seperti tanda-tanda kiamat.
Atau cukup diberi tahu bahwa semuanya nggak akan abadi termasuk bumi ini, lalu membiarkan rasa penasaran yang membuat mereka mencari tahu sendiri nantinya.
Hmm.. *masih mikir*
gue juga mikir gitu cay. Tanda-tanda kiamat bisa menunggu. Gue bisa membayangkan dunia masih begitu hitam putih buat mereka, sementara kiamat itu begitu "negatif" artinya dan sungguh gak nyambung dengan "tuhan yang maha baik".
Gimana kalau kita bahas soal decomposing aja? Hihihihi....
Post a Comment