Kini setiap Kamis saya bisa reuni dengan dua kelas pertama saya. Kami punya kegiatan bersama. Satu jam seminggu, bermain dan bermain sama-sama. Dua kelas itu bergabung bersama saya, jadi kira-kira ada 14 anak.
Sekarang mereka sudah kelas 3 dan Kelas 4. Saya masih sering terbalik-balik. Kadang-kadang saya melihat ke arah kelas 4 dan menanyakan mengapa kelas 3 keluar terlambat. Mereka saling pandang tidak mengerti. Ah, Bu Tia memang pelupa.
Saya juga hampir lupa bagaimana kebiasaan-kebiasaan mereka di kelas saya dulu. Misalnya saja, saya lupa kalau Dhiadri dan Dhimas memang tak bisa berhenti bicara dan tidak bisa bicara dengan suara pelan. Kadang saya frustrasi sendiri, merasa deja vu. Lalu heran sendiri juga, bagaimana saya bisa tahan menghadapi mereka setahun yang lalu.
Bagaimanapun, kegiatan Kamis sore tidak pernah berat. Kami hanya bermain sambil berlatih problem solving dan creative thinking. Komentar pertama Riri adalah, "Wah, bisa gawat bu. Nanti Dhimas tambah kreatif lagi. Dia kan sudah kreatif. "
Pada pertemuan pertama saya meminta mereka membawa keberanian mengambil resiko. Saya bilang, tak ada gunanya kita berkumpul dan berkegiatan bersama dalam sesi ini kalau kalian takut salah. Sebenarnya tak ada gunanya saya bilang begitu pada mereka. Ya, tidak?
Benar saja, dua kali Kamis ini empat belas anak itu benar-benar saling sikut dan gontok-gontokan untuk menunjukkan kenekatan dan keberanian mereka berpikir. Anak-anak kelas 4 yang manis-manis hampir habis dilindas kelas 3 yang tak bisa berhenti bilang "AKU.... AKU YANG MAU JAWAB!!!" sambil mengacungkan jari, berdiri, dan berlompat-lompat di saat yang sama. Saya yang sendirian kewalahan membagi 60 menit untuk 14 anak seperti mereka.
Pertemuan kami Kamis lalu menarik. Saya meminta mereka mengambil barang apa saja, lalu membuat daftar baru kegunaan benda itu. Sebanyak-banyaknya, dan segila-gilanya. Anak-anak kelas 4 sudah pernah mengikuti kegiatan serupa tahun lalu, dan tahun ini mereka bisa menunjukkan pada saya betapa luwesnya mereka berpikir. Anak-anak kelas 3 masih perlu waktu untuk menyesuaikan diri, tapi saya yakin sebentar lagi mereka akan melesat entah ke mana.
Setelah sibuk membuat daftar, saya minta mereka membacakan pada seisi kelas apa saja yang sudah mereka tulis. Mita dan Adam benar-benar berhasil membuat kami terpingkal-pingkal hanya karena sebuah penjepit jemuran. Apa saja kegunaan penjepit jemuran?
Jepitan baju bisa digunakan untuk mengambil karton.
Jepitan baju bisa digunakan sebagai anting-anting dan jepit rambut.(bayangkan bahwa Adam yang memperagakan ini dengan sepenuh hati)
Jepitan baju bisa digunakan untuk memperagakan huruf A dan V.
Jepitan baju bisa digunakan untuk puppet show sebagai buaya.
Jepitan baju bisa digunakan sebagai alat musik (Adam menjentik-jentikkan jepitan dengan irama)
Jepitan baju bisa digunakan untuk mencubit diri sendiri kalau sedang mengantuk.
Adinda menambahkan bahwa
Jepitan baju bisa digunakan menjadi paper clip. (Saya melakukannya di kelas!)
Dhimas menambahkan bahwa
Sekantong jepitan baju bisa berubah jadi pesawat tempur dan robot-robotan.
Sebelum pulang saya bertanya pada mereka. Kira-kira kegiatan seperti tadi dapat kita manfaatkan kapan saja?
Dhiadri mengacungkan tangan penuh semangat.
"Kalau sedang sendirian bu, bengong, tidak ada kerjaan, lebih seru bermain seperti itu Bu!"
Hahaha. Tidak pernah terpikirkan oleh saya untuk melakukan itu di waktu luang. Ide yang bagus, jadi kita tidak perlu merasa kesepian kalau sedang sendirian, harus menunggu, dan lupa membawa buku.
PS: Anda juga mau menambahkan apa kegunaan penjepit jemuran?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment