Kemarin saya dan seorang teman sedang duduk, makan sambil bekerja di restoran dekat bioskop. Kami memperhatikan orang-orang yang lalu lalang dekat bioskop. Hari itu Sabtu sore, dan banyak anak-anak berjalan berkelompok sambil mengobrol.
Anak-anak. Iya, anak-anak sebesar anak-anak di sekolah kami. Paling besar kelas 6 SD (karena saya tahu anak sekarang besar-besar, bahkan anak kelas 4 hampir sama besar dengan saya). Saya dan teman saya saling berpandangan sambil tertawa-tawa. Kami sedang membayangkan, bagaimana jika kelak satu hari kami pun berpapasan dengan murid-murid kami.
Kemungkinan yang makin hari makin besar, karena anak-anak makin lama makin memilih teman sebaya daripada orangtuanya untuk menjelajah pusat perbelanjaan. Kemungkinan yang masih besar karena di Jakarta toh tak banyak pilihan tempat untuk menghabiskan waktu.
Lucu juga membayangkannya, mengingat murid-murid saya sekarang masih sering menangis kalau jatuh atau bertengkar. Mereka masih minta dibantu membukakan tempat minum, dan macam-macam. Tahu-tahu sudah bisa pergi sendiri dengan teman sebayanya? Cepat sekali waktu berlalu. Mudah-mudahan teman saya yang masih sibuk mengeluh tentang bayinya yang sangat menuntut ingat ini. Bahwa "penderitaannya" menyusui dan mengakali asupan makan bayinya akan segera berganti. Berganti masalah lain maksudnya.
Ah, anak-anak memang cepat besar. Saya selalu senang memperhatikan mereka tumbuh dan berkembang setiap hari. Saya tahu tumbuh itu tidak enak rasanya. Mungkin menyakitkan dan membingungkan. Untuk saya yang hanya melihat saja rasanya, kadang-kadang, tidak menyenangkan. Ada hari-hari di mana saya merasa ditinggalkan dan diabaikan. Apalagi ayah dan ibunya ya?
Seperti beberapa waktu lalu, orangtua-orangtua baru di kelas saya sudah mengeluhkan itu. Mey sekarang tidak mau lagi kalau saya ikut turun dari mobil bu. Iman sekarang selalu lihat kanan kiri kalau mau dicium, takut ada temannya. Ia juga ngotot mau tidur sendiri. Sekar tidak percaya lagi pada peri gigi. Ia menginterogasi ibunya atas tuduhan meletakkan uang tiga ribu dibawah bantal sebagai pengganti giginya yang tanggal.
Mereka baru mulai. Baru mulai untuk berani mengambil resiko untuk tumbuh, termasuk resiko kehilangan rasa percaya pada dongeng-dongeng indah.
Saya bukan bagian darimu lagi, bu. Saya adalah saya. Saya sendiri.
Saya punya teman sendiri.
Saya punya pilihan baju sendiri.
Saya sudah bisa semua sendiri.
Saya punya keinginan sendiri.
Saya punya mimpi sendiri.
Saya ....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment