Teman-teman saya punya beragam anggapan tentang anak-anak. Ada yang menganggap anak-anak itu lucu, menggemaskan, menakjubkan. Sebagian lain beranggapan bahwa makhluk-makhluk kecil ini sangat mengganggu dan merepotkan. Suka lari-lari dan teriak-teriak. Bikin pusing kepala.
Kelompok terakhir hampir selalu mempertanyakan mengapa saya mau-maunya mengurung diri dengan makhluk macam itu sepanjang hari.
Kenapa ya?
Menurut saya seperti apa mereka adalah bagaimana cara kita melihat. Ya, kalau saya misalnya, memandang anak-anak itu lucu dan menggemaskan, lalu mereka sampai tahu, bisa habis saya dimanipulasi oleh wajah polos itu.
Kalau saya melihat mereka sebagai anak kecil tidak tahu apa-apa dan tidak bisa apa-apa, betapa bosan hidup saya melihat segerombolan anak yang tidak tahu apa-apa dan tidak bisa apa-apa di kelas setiap hari.
Begitu pula kalau anak-anak dilihat sebagai sekawanan makhluk liar yang harus dijinakkan. Dengan beberapa kata-kata dan peringatan yang itu dan itu lagi, mereka mungkin jinak didepanmu. Tidak bersuara, tidak berbunyi kecuali dibunyikan, dan membiarkanmu bicara sampai puas. Tapi jangan mengeluh bahwa mereka tidak mengerti, bahwa mereka suka melamun dan tidak perhatian. Bagaimana kita tahu mereka mengerti kalau satu-satunya hal yang boleh mereka lakukan adalah diam, dan membiarkan pikiran mereka melamun entah kemana hanya tuhan yang tahu?
Dari kelas saya tahun lalu, saya belajar bahwa ada kalanya anak-anak mempekerjakan seluruh anggota tubuhnya untuk memahami suatu persoalan. Kadang-kadang mulut mereka memang perlu terus bicara untuk membuat mereka sendiri paham tentang itu. Kadang-kadang mereka memang berdebat sendiri tanpa tahu siapa bicara siapa mendengarkan, tapi justru saat itu mereka belajar sesuatu yang baru.
Ya tentu mereka perlu tahu bagaimana seharusnya mendengarkan orang lain. Susahnya, mereka belajar dari bagaimana kita mendengarkan mereka, bukan belajar dari bagaimana kita menyuruh mereka mendengarkan.
Memang sulit mendengarkan anak-anak. Mereka belum bisa bicara dengan runtut dan efektif. Mereka suka bercerita tentang diri mereka sendiri sebab mereka hanya tahu itu, dunia kecilnya yang seakan seluas planet bumi. Mereka juga suka bicara di waktu-waktu tidak terduga. Misalnya waktu makan, waktu berjalan ke toilet, atau waktu kita ingin didengarkan.
Tapi, tahu tidak, teman. Kalau mau mendengarkan, mereka akan bercerita tentang banyak hal menakjubkan tentang tempat-tempat yang tidak mungkin kita datangi. Anak-anak mungkin tidak langsung menjawab pertanyaan kita saat itu dengan jawaban yang memuaskan. Tetapi bersama mereka beberapa saat, akan memudahkan kita melihat bahwa anak-anak "menjawab" di saat-saat paling aneh hari itu.
Saya sudah sering melihat anak-anak praktek ilmu fisika dasar di lapangan bermain.
Saya juga pernah melihat mereka menganggap bulatan-bulatan itu not balok lalu bernyanyi sendiri, tapi tidak di ruang musik.
Ketika mencuri dengar, saya pun tahu anak-anak berbagi isi buku yang mereka baca saat mengobrol dengan teman, bukan saat menjawab lembar kerja.
Barangkali para orangtua tahu bahwa pertanyaan-pertanyaan menarik mereka muncul sebelum berangkat tidur, waktu sikat gigi, atau di tengah jalanan macet.
Anak-anak punya "jadwal" sendiri untuk menjadi besar.
Anak-anak juga punya bahasa sendiri. Jika kita mau belajar bahasa asing untuk memahami orang di belahan dunia lain, mengapa tidak mau belajar bahasa anak-anak untuk mengenal mereka?
Saya tulis ini untuk seorang teman, dan untuk mengingatkan saya sendiri.
Kadang-kadang saya juga lupa kalau mengajar bagaimana mendengarkan adalah dengan mendengarkan lebih dulu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment