Wednesday, March 08, 2006

Kebebasan Memilih

Saya punya seorang murid yang tumbuh di sebuah keluarga istimewa. Ayahnya beragama Islam, dan Ibunya beragama Katolik. Murid kecil saya ini seringkali mengatakan bahwa ia belum menentukan pilihannya.

Dua tahun yang lalu, ketika gurunya meminta ia membawa alat-alat ibadah agama masing-masing untuk keperluan pelajaran, ia membawa seperangkat mukena. Katanya, "Bu, aku belum memutuskan akan beragama apa. Tetapi aku ingin mencoba, dan ingin tahu rasanya beribadah menggunakan mukena. Jadi aku membawa mukena."

Setahun yang lalu, ia ikut berpuasa dengan gembira sepanjang bulan Ramadhan. Kadang-kadang sehari penuh, tetapi lebih sering setengah hari. Di tahun yang sama, ia sering mengenakan rok istimewa saat hatinya gembira. Katanya, "Aku senang hari ini. Jadi aku memakai rokku yang paling bagus, yang selalu aku pakai ke gereja." Ia senang ke gereja. Saya tahu, kegiatan di gereja sejalan dengan kesenangannya menyanyi dan suaranya yang memang merdu.

Tahun ini, guru pelajaran agama memujinya karena ia memiliki sikap toleran yang luar biasa untuk anak seusianya. Kami makin mengaguminya karena ia bisa menjelaskan dengan baik tentang agama yang akhirnya ia pilih.

Setiap kali mendengar cerita tentang murid saya ini, saya merasa tergetar. Saya iri pada pengalamannya untuk memilih dengan sadar apa yang akan ia sandari dan jadikan identitas sepanjang hidupnya. Dengan cara anak-anaknya, ia menghayati setiap pengalamannya beragama.

Saya kagum pada sang ayah dan ibu. Saya yakin, mereka mampu menekan ego dan keinginan masing-masing. Tanpa ayah dan ibu yang bijaksana dan rendah hati seperti mereka, tentulah murid saya ini tidak akan memiliki kebebasan memilih agamanya sendiri.

Kebebasan paling mendasar bagi seseorang.
Kebebasan menyakini apa yang ingin ia percayai.

2 comments:

Anonymous said...

buti... gua inget waktu pertama kali gua belajar sholat... setelah takbir terus gua tanya ama nyokap apalagi doa yang harus dibaca? dia jawab, apa aja yang penting berdoa ama tuhan... berhubung gua tk don bosco yang notabene tk katolik langsung aja gua teriak kenceng...
"Bapa kami di surga... dimuliakanlah namamu datanglah kerajaanmu..."
Kata bokap gua saat itu agama gua Islam jesuit... hehehe...
Tapi saat itu juga gua belajar menghadapi dua lingkungan yang berbeda...

Tia said...

Hihihi...

gue juga selalu sekolah katolik, kecuali 5 tahun (dua di SD dan 3 di SMA). Selalu menyenangkan punya lingkungan yang plural dan ternyata justru belajar saling toleran dan bisa nerima kalau ya, memang ada banyak identitas di lingkungan kita.