Saturday, March 25, 2006

Menggambar

Di awal kisah The Little Prince (Antoine De Saint-Exupery) , diceritakan bahwa tokoh "saya" yang berusia 6 tahun menggambar seekor ular besar memakan gajah. Gambarnya dipersepsi sebagai topi oleh orang dewasa di sekitarnya. "Saya" mencoba membuat gambar lain dari sudut pandang berbeda untuk memperjelas maksudnya. Alih-alih mencoba memahami, orang dewasa menyuruh "saya" untuk belajar sejarah, geometri, bahasa, dan lain-lain --bukannya menggambar yang aneh-aneh.

Si tokoh "saya" kemudian berhenti mengambar dan tak merasa bisa menggambar.

Tidak pernah ada yang salah mengartikan gambar saya waktu kecil, tapi saya sendiri juga tidak mengembangkan kebiasaan dan kebisaan menggambar. Menggambar di kelas-kelas saya masa kecil hanyalah bagian dari pelajaran kesenian, atau kegiatan iseng saat bosan.

Bekerja dengan anak-anak usia dini (berarti sampai 8 tahun, ya) membuat saya mengerti bahwa menggambar adalah alat pertama yang digunakan anak-anak untuk berkomunikasi secara tertulis. Di akhir masa usia dininya, kemampuan verbal anak-anak berkembang luar biasa cepatnya. Di usia 6 tahun mereka sudah punya 14000 kosakata (Papalia, 1998). Hanya saja mereka belum fasih betul menggunakan pensil dan kertas untuk menceritakan gagasan dan pendapatnya secara tertulis. Menggambar adalah sesuatu yang lebih mudah dan alamiah untuk mereka.

Saya perhatikan guru-guru kelas usia dini di sekolah saya saat ini sadar betul tentang hal ini dan justru mendorong anak-anak berkomunikasi lewat menggambar. Bahkan guru kelas 1 tidak selalu membuat tes dalam bentuk tulisan karena belum semua anak-anaknya bisa membaca dengan pemahaman penuh. Tes dalam bentuk membuat dan memilih gambar membuatnya bisa menilai dan mengevaluasi pemahaman atas materi tanpa dihambat oleh kemampuan membaca dan menulis. Mereka mengisi hari-hari dengan menggambar segala hal yang mereka tahu dan mereka pikirkan sambil berlatih menulis.

Demikian halnya di kelas saya saat ini. Anak-anak sudah bisa menulis dengan cukup lancar dan bercerita dengan runut. Tetapi saya tetap meminta mereka untuk menggambar. Saya tidak pernah memberi contoh atau mengajari mereka menggambar sesuatu. Anak-anak hampir tidak pernah bertanya, mereka selalu menggambar begitu saja.

Lebih jauh lagi, anak-anak sudah mulai mengerti bahwa komunikasi tidak hanya melibatkan hal-hal verbal tetapi juga visual. Kemampuan mereka menggambarkan segala sesuatu di sekitarnya dan di pikirannya seringkali membuat saya tercengang.

Suatu kali Musa pernah menggambar manusia dan dinosaurus. Bagaimana ia menggambarkan besarnya dinosaurus? Ia menggambar seorang anak laki-laki di samping kaki dinosaurus yang besar sekali. Jadi si dinosaurus hanya terlihat kakinya saja. Mengapa? Menurut Musa akan terlalu besar kalau digambar di kertas. Nanti orangnya tidak bisa kelihatan.

Lika memang saya kenal sebagai anak dengan kemampuan visual yang sangat baik. Ia sering menggambar orang dari berbagai sudut pandang yang tidak biasa digambar anak seusianya. Misalnya saja ia menggambar anak yang sedang sibuk menulis dari belakang.

The English Teacher pernah meminta anak-anak membuat gambar untuk kalimat-kalimat yang menceritakan kegiatan di pagi hari, mulai dari 'I wake up' sampai 'I go to school'. Ketika anak-anak selesai ditunjukkannya pada saya hasil gambar mereka.

Taruhlah dari lima orang anak yang menggambar adegan 'I get up', saya bisa melihat gambar seorang anak dengan rambut acak-acakan (close up), seorang anak yang menguap, dan seorang anak yang berdiri dari tempat tidur.

Dalam adegan "I take a shower" saya lebih heran lagi. Ada gambar tirai dengan tangan yang muncul sedikit, sedang memegang sikat punggung berbusa sabun, dan sebuah balon kata yang menceritakan bahwa si anak sedang menyanyi. itu buatan Adinda. Dhimas menggambar kepala dan kaki anak yang sedang berendam di bathtub. Dhiadri menggambar sebuah siluet anak di bawah shower di balik kaca buram.

Kalau saya dengan selintas dari obrolan teman-teman yang kerjanya membuat rekaman audio visual, mereka sering membicarakan tentang shot, semacam close up, middle shot, long shot dan entah apa lagi. Saya tidak terlalu paham. Tetapi melihat gambar anak-anak pada adegan 'I brush my teeth" saya jadi ingat mereka. Karena gambar anak-anak tidak ada yang sama. Ada yang menggambar sikat dan odolnya saja. Ada yang menggambar anak sedang menyikat gigi di depan wastafel. Ada yang menggambar hanya gigi dan sikat penuh busa odol. Wow! Lalu disambung dengan anak yang menunduk dengan cipratan air di sekitarnya karena "I wash my face"

Sayang sekali saya tidak bisa menyertakan gambar mereka di sini. Atau mungkin anda bisa datang ke kelas saya dan melihat sebuah gambar yang sering membuat orang tersenyum di depan kelas.

Gambar anak tersetrum listrik dengan rambut berdiri semua dan wajah kehitaman (hanya terlihat tangan, kepala dan setengah badan) dengan tulisan besar-besar : JANGAN MEMASUKKAN TANGAN KE DALAM STOP KONTAK.


Saya rasa dengan kebiasaan menggunakan gambar seperti ini, anak-anak tidak akan canggung berkomunikasi secara verbal dan visual ketika mereka tumbuh besar. Keduanya adalah alamiah untuk mereka.

5 comments:

CaTLio said...

Ti, gue inget pernah ikut kegiatan sosial waktu di ITB dulu. Gue ke sebuah SD dan nyuruh anak satu kelas gambar. Dan satu kelas gambar hal yang sama...gunung dua, matahari ditengah, jalan belok-belok, dan sawah. Gue akhirnya didepan kelas bilang sama mereka, duh bisa gak gambar gunungnya satu, ato tiga ato setengah deh...bagus kalo kelas loe gak suffer from this fact.

Anonymous said...

ya ya ya... gue jadi inget dulu waktu carlo masih di playgroup.. betapa gue panih karena anak gue jauh lebih tertarik dengan "paper work" dibandingkan dengan menggambar bebas.. lega nya kayak apa waktu mulai masuk TK... di tas blacu nya itu setiap hari jumat ternyata ada lembar kertas yang isinya gambar cerita.. (biarpun ceritanya yang nulis gurunya.. dan gambarnya hanya stick figure berkepala buesar..) paling ngga dia "terpaksa" harus mencoba suatu bentuk komunikasi visual.. hehehehe..

Tia said...

iya! gue sampai harus ngumpetin tray berisi worksheet dan carlo nyariin. Dulu sama sekali dia gak mau gambar... gue juga heran.

tapi sekarang udah mau kan?

btw elo inget nggak gimana gue dulu ngebawain pulang hasil kerja anak2 pas carlo playgroup? gue lupa..

Anonymous said...

hihihihihi... iya... sampe diumpetin ya.. gue juga heran.. kalap amat dia ngerjain "paper work".. apa karena justru di rumah ngga pernah gue kasih kayak gitu??.. hehehhe..

dulu itu hasil kerja nya kalo ngga salah baru dikasih pas rapot-an.. kecuali pekerjaan tangan 3 dimensi langsung dibawa pulang.. sedangkan semua worksheet dikumpulin di map.. baru dikasih ya pas rapot itu deh.. (kalo ngga salah.. hehehe..)

dwi said...

aku jdi inget dulu wktu kecil, klau ada tugas menggambar selalu dibuatkan oleh kakak karena kurang PD dalam menggambar. tapi sekarang setelah menjadi guru TK banyak hal yang didapat dari menggambar, sekarang saya senang menggambar serta melihat gambar anak didik saya.