Saya lebih sering diam dan melamun.
Saya sedang bertanya-tanya sendiri, apa yang ingin saya masukkan ke silabus ini?
Apa yang ingin saya bawa masuk ke dalam ruang kelas saya?
Saya ingin anak-anak ini belajar apa selama kami menghabiskan waktu 5 jam sehari?
Apa yang penting untuk mereka?
Apa yang akan berharga untuk mereka bawa pulang, dan simpan di dalam hati?
Saya pikir tidak penting untuk mengajari mereka tahu tentang semua hal di dunia.
Saya juga tidak tahu.
Saya rasa tidak penting menggiring mereka merasa bahwa pintar itu penting.
Saya sudah (atau masih) terjebak di dalamnya. Itu tidak membuat bahagia.
I want them to have compassion.
I want them to have respects.
I want them to have dignity.
I want them to be brave
I do not know how to write them in my syllabus.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
They want you to passionate them.
They want you to respect them.
They want you to put dignity in them.
They want you to show what a bravery is.
They want you, not the syllabus ;)
Saya pernah bekerja bersama seorang guru tanpa silabus.
Sungguh, kasihan anak-anak. Sebab sepanjang hari, 'si guru' hanya akan berlaku defensif, boro-boro menunjukkan respect, dignity, passion, or bravery.
Not having a syllabus (as a teacher) is a sin.
Not being flexible is stupid.
iya..jangankan jadi guru..jadi fasilitator acara aja mesti bikin syllabus :)
gut luck sama kelas barunya ya mba :)
tia, apa kabar?
masalah perlunya silabus mungkin kamu lebih tau; tapi yang jelas, passion-respect-dignity-bravery kamu untuk anak-anak sangat jelas terlihat dari setiap tulisan di blog ini. salut, saya pikir kamu telah menjadi contoh bagaimana seharusnya seseorang menjadi guru.
oya (mungkin kamu sudah tau), saya sudah 'terjun bebas' ke dunia psikologi sekarang. letmeknow kalau ada bahan-bahan menarik untuk didiskusikan ya =)
Post a Comment