Seminggu yang lalu saya agak terkejut mendapati beberapa murid saya tidak bisa membedakan kata dan kalimat. Padahal kami sedang belajar membedakan kata kerja dan kata benda. Kami juga sedang menumbuhkan kebiasaan menggunakan huruf besar di awal kalimat dan tanda baca di akhir kalimat. Bagaimana bisa begitu kalau membedakan kata dan kalimat tidak bisa?
Hari ini saya memanggil mereka berkumpul di karpet.
“Hari ini kita akan mencoba membuat kalimat yang paling lucu di dunia. Kalian akan membuat kelompok dengan tiga orang. Satu anak menyebutkan kata benda, satu anak menyebutkan kata kerja, dan satu orang lagi membuat kalimat dari dua kata itu. Kalimatmu harus lucu!
Saya dan Bu Novi memberi contoh dengan sama-sama menyebutkan kata PISANG dan MENYAPU. Lalu kami membuat kalimat
PISANG DAN TEMAN-TEMAN SEDANG SIBUK MENYAPU KELAS.
Anak-anak tertawa. Sepanjang pagi mereka terkikik-kikik geli dan histeris menciptakan kalimat-kalimat tidak masuk akal seperti
Monas sedang berjalan-jalan keliling kota.
Jendela sibuk menyetir taksi.
Ikan bermain basket di Afrika.
Aku melihat kue ulang tahun sedang mandi di kamar mandiku.
Tembok mengajak atap memancing.
Di akhir pagi tadi, semua sudah bisa membedakan kata dan kalimat. Semua anak saling mengingatkan kapan harus memakai huruf besar dan tanda titik.
“Lagi, bu! Lagi, bu! Aku bisa membuat kalimat yang lebih lucu!”.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
* sebelumnya, saya mengingatkan anda bahwa saya selalu nyaman tanpa kapitalisme. tak terkecuali pada penulisan verbal...
kelinci memijat tikus,
melihat ibu elang berbicara pada udang.
lalu mobil datang untuk memberitahu rambutan bahwa sebentar lagi bulan desember.
jangan lupa kalu ada rambutan ya!
manis banget... kayak album foto adik saya yang sedang memintal sutra di kedai kopi pak rusa.
terima kasih
Post a Comment