Monday, December 19, 2005

Fokus!

Tadi malam saya datang ke sebuah pemutaran film (beberapa film pendek) dan diikuti diskusi singkat. Yah, sekedar tanya jawab tentang salah satu film yang barusan diputar. Saya tidak ikut bertanya atau menjawab, tapi saya shock berat. It was a total mess. Topiknya apa, pertanyaannya apa. Kasihan yang menjawab. Saya pikir, setelah melewati kelas 1 SD seseorang akan lebih baik dalam kemampuan mengikuti satu topik dalam diskusi. Ternyata saya salah besar.

Jangan-jangan, selama ini saya yang menetapkan target terlalu tinggi untuk kelas-kelas saya?

Hmm...

Mengajar di sekolah ini selama hampir dua tahun, saya sudah lupa berapa banyak topik yang kami diskusikan sehari-hari. Satu yang saya perhatikan, secara gradual anak-anak sudah tidak kesulitan lagi untuk memfokuskan diri pada permasalahan yang sedang kami bicarakan setelah duduk di kelas 2 selama 2 bulan. Bulan-bulan pertama memang saya kadang-kadang perlu bertanya "Apakah pertanyaanmu berhubungan dengan apa yang sedang kita bicarakan?" atau mungkin mengalihkan dengan, "Bu Tia ingin mendengar ceritamu tentang itu, tapi nanti waktu istirahat atau setelah tugasmu selesai."

Sekarang, setelah enam bulan, teman-teman di kelas akan mengambil alih dengan kalimat yang mirip, "Musa, itu kan tidak ada hubungannya dengan apa yang kita bicarakan!"

Salah satu concern terbesar saya di kelas adalah bagaimana membuat anak-anak mau mendengarkan. Mendengarkan guru dan teman-temannya, bukan hanya mendengarkan saya. Mendengarkan tidak hanya butuh telinga. Mendengarkan butuh keinginan, butuh konsentrasi, butuh rasa hormat, butuh kesabaran, dan butuh kerendahan hati.

Lepas dari keluhan dan "omelan" saya selama ini di dalam kelas, kejadian malam itu membuat saya justru yakin bahwa anak-anak ini kelak akan bisa mendengarkan orang lain dengan baik. Semoga saja. Semoga seiring dengan usia mereka, anak-anak ini tidak akan kehilangan kesabaran, kerendahan hati, dan keinginan menghargai orang lain.

Sebab banyak orang seusia saya (dan lebih tua lagi) sudah belajar dan tahu begitu banyak tampaknya, hingga merasa tidak perlu lagi sabar dan rendah hati. Tidak perlu lagi mendengarkan. Yang penting bagaimana supaya saya didengarkan.

Itu yang bikin banyak diskusi berubah jadi tempat debat kusir.


No comments: