Sunday, December 04, 2005

Panggung Kami

Selama dua bulan ini, 32 orang murid SD kami sedang sangat sibuk. Mereka berlatih untuk mementaskan sebuah operet dan menyanyikan beberapa lagu.

Selama dua bulan ini anak-anak bekerja keras.
Menghafalkan naskah berhalaman-halaman.
Berusaha bersuara sekeras mungkin.
Mengatur jadwal latihan dan les les yang lain.
Diomeli karena tidak serius atau terlalu ribut.
Mengingat-ingat blocking di panggung.

Di minggu terakhir, kami berlatih setiap hari. Setiap pagi, saya selalu merasa miris. Saya kasihan pada mereka. Saya merasa jahat sekali sudah memaksa-maksa mereka. Masalahnya saya tahu these kids are damn good. I want that good comes out of them. I was too excited about them. Lebih lagi, tidak satu menitpun semangat itu hilang dari mata mereka. Setiap waktu latihan tiba, mereka semua tanpa kecuali sudah ada di aula dengan raut wajah antusias. Padahal saya rasa ketika latihan saya sudah berubah bengis.

Saya tidak tahu apa yang anak-anak kecil itu pikirkan tentang sikap saya selama latihan. Mereka mungkin tidak tahu bagaimana diam-diam saya sangat terpesona pada mereka. Siapa yang tidak, jika melihat Mini dan Dara bergerak begitu luwes menunjukkan bahwa panggung itu adalah milik mereka. They are the queens and their roles are actually queens.

Saya sangat terbantu oleh anak-anak kelas 3 yang begitu sigap dan siap membantu adik-adik kelasnya di atas panggung tanpa kecuali dan tidak mengeluh. Mereka jauh lebih matang di panggung daripada tahun lalu ketika kami mementaskan Pinokio. Apa jadinya kami tanpa mereka. Belum-belum saya merasa mendadak tua, anak-anak itu sudah bisa dipercaya.

Saya terheran-heran melihat mereka berkembang sangat pesat dalam waktu dua tahun. Bayi-bayi TK A yang dua tahun lalu menangis tak mau naik panggung, tahun ini tahu timing bicara, menari dengan lincah, berani cerewet pula menanyakan clue.

Selama dua bulan ini, jauh di dalam hati, saya sangat menikmati waktu berlatih bersama mereka. Saya kagum, anak-anak sekecil ini bisa berlatih keras dengan cinta dari dalam hati. Sampai-sampai naik panggung dalam keadaan demam. Berusaha datang gladi resik dengan tenggorokan sakit. Dan tetap saja mereka bersinar di panggung.

Ya, walaupun saya hanya bisa menemani mereka dari balik panggung, saya tahu di hari pementasan anak-anak bermain lebih baik dari latihan-latihan kami. Mereka menanggapi kesalahan-kesalahan teknis di panggung dengan tertawa. Mike gantung jatuh tidak ada yang panik. Topeng terpasang terbalik, Dara cuma nyengir. Tidak grogi, tidak kecil hati. Mereka menikmati keberadaan mereka di panggung. Mereka seperti ingin bercerita pada orang tua yang antusias menonton, "Hei, ini lho yang kami sedang lakukan. Kami sangat menyukainya karena ini menyenangkan!"

Ketika saya menyalami para orang tua dan mengucapkan selamat atas penampilan anak-anak mereka sekaligus minta maaf karena sering membuat anak-anak pulang terlambat, para orang tua hanya bilang begini, "Ah Bu, tidak apa-apa. Anak-anak senang kok."

Pak, Bu, anak-anak anda sangat hebat. Saya sangat tersanjung berkesempatan bekerja bersama mereka.

No comments: