Saturday, February 24, 2007

It Breaks The Rules

Saya percaya semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya. Sedemikian besar keinginan itu hingga hampir semua orang tua mulai membiasakan banyak hal yang dianggap baik sejak anak-anak berusia sangat muda.

Tak ada yang salah dengan itu. Saya sendiri menyimpan banyak kebiasaan yang tertanam sejak kecil di rumah. Jika kemudian saat ini saya mengevaluasi kembali baik buruk kebiasaan itu, tentu lebih karena saya juga mengembangkan nilai-nilai pribadi di luar nilai-nilai yang tertanam di rumah.

Beberapa hari belakangan ini sekolah kami kedatangan tamu-tamu kecil. Mereka adalah calon murid sekolah kami yang datang untuk wawancara dengan calon guru kelasnya. Jumat lalu adalah hari yang cukup ramai. Saya berkenalan dengan seorang anak laki-laki tampan yang akan masuk kelas 1 SD.

Ternyata ia anak yang cukup ramah dan tidak ketakutan saat beberapa guru datang dan mengajaknya bercakap-cakap. Belakangan baru ketahuan kalau ia merasa lebih nyaman diajak bercakap-cakap dalam Bahasa Inggris. Maka beberapa guru yang ada di sana mengajaknya mengobrol dalam Bahasa Inggris.

Anak ini banyak bercerita tentang XYZ sekolahnya saat ini. Katanya, di sekolah ia punya time out chair.

If you make noise while your friends try to concentrate, you have to sit there for ten minutes.
If you kick your friends you have to sit there until 2 o'clock.

Ia bercerita dengan santai. Seorang guru memperhatikannya sungguh-sungguh dan balas bertanya, "It is a kindergarten, right?"

Hahahaha. Anak-anak. Mereka senang bercerita. Kadang ceritanya sungguhan, kadang ada cerita yang dimodifikasi biar seru. Yang jelas, saya juga heran, dari semua sisi sekolah ia memilih untuk bercerita tentang time out chair.

Menurut saya time out chair juga bukan metode yang salah. Pada banyak kesempatan ini metode yang menyenangkan dan tidak mengganggu keseluruhan kelas tanpa mengabaikan perilaku destruktif seperti temper tantrum.

Dari percakapan-percakapan itu, si anak juga bercerita bahwa

... if you speak in Bahasa Indonesia, you break the rules...

Yah, menanamkan kebiasaan baik memang harus dilakukan sejak dini. Menendang teman itu tidak baik nak, tidak menghargai orang lain namanya. Berbahasa Indonesia juga tidak baik lho nak, itu namanya terlalu menghargai bangsa sendiri. Jangan ya...

4 comments:

Anonymous said...

hahahahha... saya jadi ingat salah satu buku anak2 yang saya baca dulu...(judulnya sangat lupa!!) tentang "time out corner".. di pojok itu dia justru berimajinasi dengan bayangan gurunya yang jatuh tidak jauh dari tembok yang dipandangnya... dalam salah satu imajinasinya.. bayangan guru nya itu tampak seperti nenek sihir.. hehehehhe...

Tia said...

Kayaknya saya juga pernah lihat komik itu.... :D

Anonymous said...

Huahahahaha...
di sekolah saja sudah dibiasakan untuk memiliki mental terjajah dan menganggap sesuatu dari barat itu selalu superior... mau kemana kita ini ya BuTi?
Kenapa tidak dilarang saja sih sekolah yang tidak mau menggunakan bahasa Indonesia itu?! Sekolah-sekolah seperti inilah yang mendidik metal inferior bagi kita semua...
Paling tidak, dihukum rajam lah penggagasnya... hihihi...
Hidup BuTi!!!

Tia said...

Namanya juga berdagang. :)

Saya dan The Great Alexander pernah sepakat bahwa seharusnya ada peraturan yang mengharuskan semua sekolah di Indonesia berbahasa pengantar Bahasa Indonesia kecuali sekolah internasional. Tentu yang namanya sekolah internasional betul-betul sekolah internasional ya, seperti JIS, bukan tiap playgroup yang pakai bahasa inggris di semua perempatan jalan juga termasuk sekolah internasional.

Tidak semua anak bisa masuk ke sekolah internasional kecuali paspornya paspor asing. Sekolah itupun mestinya punya alokasi waktu yang cukup besar untuk mengajarkan Bahasa Indonesia.

Masalahnya adalah, guru-guru yang menguasai Bahasa Indonesia dengan baik sedikit sekali. Mungkin nggak ya, lebih sedikit daripada guru-guru yang menguasai Bahasa Inggris?

Hmmm...