Friday, April 14, 2006

Terbayarkan

Saya kagum pada guru-guru yang bekerja dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Saya selalu membayangkan mereka adalah orang-orang yang punya kesabaran yang minta ampun banyaknya. Saya mungkin hanya punya sepuluh persen saja. Bagaimana cara mereka bertahan pada pekerjaannya?

Beberapa hari ini saya sedang intens bekerja bersama salah seorang murid saya. Seseorang membantu saya mengidentifikasi apa masalahnya. It's just complicated seperti status friendster. Tetapi kemudian saya menemukan celah untuk mengimbangi segala kesulitannya di kelas.

Ia punya kemampuan auditory yang baik.

Beberapa hari ini saya duduk di sampingnya. Saya tidak berkata 'Ayo kerjakan' seperti biasanya. Saya minta ia mengucap keras-keras setiap soal matematika, petunjuk di lembar kerja, atau bahkan kalimat yang ditulisnya. Bersamanya, kami berdua selalu mengobrol apa yang sedang kami kerjakan. Bahkan saya mengucap keras-keras cara berpikir saya ketika menyelesaikan satu permasalahan. Di titik ini mendadak saya mengerti apa itu scaffolding dalam teori Vygotsky.

Hasil pendampingan terus menerus itu cukup menggembirakan. Murid saya ini sendiri gembira karena bisa menyelesaikan 80 soal perkalian dengan benar dan masih punya waktu bermain. Ia sudah lebih strategis dalam menghitung, tidak lagi membuat penjumlahan berulang berkali-kali sampai saya sendiri lelah melihatnya.

Kemarin, ia mengejutkan saya dengan tidak mau menghitung dan mencoba mengingat-ingat fakta perkalian dua dan tiga. Ia senang kalau saya mengiyakan jawaban benarnya dengan gembira. Kantuknya hilang, ia lupa menggigiti pensil, lupa mengiris-iris penghapus, lupa bahwa matematika sulit buatnya.

Ia bahkan bisa menceritakan kembali sebuah dongeng dengan sepuluh kalimat singkat, padat, dan runut.

Saya, bukan dia, yang merasa senang sekali.

Sekarang saya mengerti darimana guru-guru anak berkebutuhan khusus itu selalu kembali pada pekerjaan mereka dengan sabar setiap pagi. Semua itu terbayarkan kembali. Tunai.

Sekarang saya pun mengerti mengapa anak-anak di sebuah SLB yang saya lewati setiap hari begitu girang kalau bertemu gurunya di depan gerbang. Saya pun memahami senyum yang terkembang di wajah keduanya, guru dan murid itu. Setiap pagi.

No comments: