Saturday, August 27, 2005

Sekali lagi, Bahasa Indonesia

Harap diperhatikan bahwa anak yang lahir di Indonesia atau lahir dari orang tua yang dua-duanya orang Indonesia tidak membawa-bawa gen bisa berbahasa Indonesia. Dengan kata lain TIDAK OTOMATIS BISA berbahasa Indonesia.

Hal sekecil ini seringkali dilupakan banyak orang tua. Salah satunya alasan ini juga yang membuat saya memutuskan berhenti mengajar di sebuah sekolah what so called international school yang memaksa para balita berbicara bahasa Inggris dan Mandarin sambil mengharamkan penggunaan bahasa Indonesia.

Orangtua-orangtua kota besar sekarang ini menganggap penting membekali anak-anaknya dengan bahasa kedua sejak dini. Sangat dini. Mereka bicara bahasa bayi versi bahasa inggris ke bayi-bayinya. Mereka perkenalkan Twinkle-Twinkle Little Star dulu dan melupakan Bintang Kecil apalagi Bintang Kejora. Mereka masukkan bayi-bayi mereka ke dalam sekolah-sekolah berbahasa apa saja asal tidak pakai bahasa Indonesia. Mereka mengubah saluran-saluran TV Indonesia yang kebanyakan berisi acara non-sense dengan PlayHouse Disney, Nickleodeon, Disney Channel, Animal Planet dari perusahaan TV kabel. Beberapa yang cukup cerdas sibuk membelikan ratusan buku dan ensiklopedi untuk anak-anak mereka -- semua berbahasa Inggris. Banyak juga yang dengan sengaja hanya mau bercakap dalam bahasa Inggris dengan anak-anak mereka di rumah. Kalau bahasa Indonesia sama suster atau sama mbak saja. Si suster dan si mbak sering juga mengeluh kalau anak asuhnya menolak berbahasa Indonesia.

Nah, saya punya banyak murid yang mengalami situasi seperti itu. Tadinya keren memang, melihat mereka hilir mudik mengoceh dalam Bahasa Inggris dan tampak nyaman menggunakannya. Orangtua murid yang keluar masuk silih berganti sering menatap terkagum-kagum. Huebat sekali lah kelihatannya!

Sampai hari ini saya kaget bukan kepalang melihat separuh dari kelas saya kebingungan mengerjakan lembar pemahaman bacaan dalam bahasa Indonesia. Lemas rasanya badan saya. Memang bahasa tidak diperoleh serta merta. Mereka butuh stimulasi Bahasa Indonesia yang cukup dari berbagai arah, dari orang dewasa, televisi, dan terutama buku.

Dugaan saya, stimulasi seperti itu memang tidak cukup di dalam hidup kita sehari-hari, sekarang. Mungkinkah bagi anak-anak saya ini, Berbahasa Indonesia sudah tidak relevan lagi? Mengapa Ibu Tia memaksa saya membaca dan bicara dalam bahasa Jus Badudu sedangkan tetangga saya bicara seenaknya? Ketika kami sibuk membicarakan hewan yang hampir punah, kami tidak punya cukup buku berbahasa Indonesia yang memberi informasi tentang harimau sumatera, badak bercula satu, elang jawa, dan sebagainya. Anak-anak tahu tentang burung dodo karena itu ada di banyak ensiklopedi. Semua berbahasa Inggris.

Baiklah, tidak ada lagi jam "let's speak english". Ganti saja dengan jam "mari berbahasa indonesia."


1 comment:

Hadi Tahir said...

ayo berbahasa Indonesia