Seminggu ditinggal partner di kelas ini sendirian, justru membuat saya jadi jatuh cinta sama mereka. Meskipun desibel kebisingan mereka masih di atas rata-rata (buat saya), hari ini anak-anak cukup kooperatif.
Saya mengajak anak-anak membuat wawancara khayalan. Mereka bekerja berpasangan, dan bergantian menjadi pewawancara dan tokoh yang diwawancara. Intinya mereka harus saling bertanya dan menjawab dengan relevan. Pfuhh.. ini hal besar untuk anak umur 7 tahun yang sangat akrab dengan bahasa Inggris dan lebih sering bertemu bahasa Indonesia versi asal-asalan.
Menyusun kalimat tanya yang baik adalah tantangan besar. Apalagi menulis dengan tanda baca yang benar. Ada saja yang terlewat.
Anyway, anak-anak cukup antusias.
"Aku mau jadi soccer player!"
"Aku jadi snow white!"
"Aku arsitek."
"Aku mau jadi princess."
Ya biarlah. Mereka memang boleh berkhayal jadi apa saja. Setelah selesai menulis daftar pertanyaan itu, setiap pasang bergantian bermain peran di depan teman-temannya.
Perancang Pesawat Terbang harus mewawancara arsitek. Ia cukup cerdas untuk benar-benar menulis pertanyaan-pertanyaan yang relevan seperti : Mengapa anda memilih untuk berprofesi arsitek? Bagaimana caranya membuat rumah? Seperti apa rumah anda?
Si Arsitek menghampiri saya dan bertanya, "Profesi itu apa sih, Bu?"
Seorang Pemain Golf sedang mewawancara Snow White. Ia benar-benar memikirkan setting cerita Snow White dan mengajukan pertanyaan "Benda apa yang paling anda takuti?" Snow White ternyata lupa bahwa dia sedang jadi Snow White. Dengan mata terbelalak dia menjawab, " Foto hantu..." Pemain Golf jadi agak kecewa, karena ia mengharap jawaban seperti apel atau nenek sihir.
Kejadian paling kocak adalah ketika Cinderella dan Putri Aurora saling mewawancara. Kebetulan keduanya adalah dua anak paling pendiam di kelas. Saking pendiamnya, mereka bicara tanpa suara. Sungguh-sungguh perlu keahlian membaca bibir untuk mengerti maksud keduanya. Jadi, bisa ditebak bukan? Percakapan itu berjalan tanpa suara. Bahkan kepala keduanya makin lama makin dekat. Anak-anak yang sedang pura-pura merekam wawancara menggunakan kamera langsung protes.
"Ini seperti film Charlie Chaplin."
"Bu, tombol volumenya sudah aku besarkan tapi tetap tidak ada suaranya."
Si Presiden tiba-tiba berdiri, mengitari Cinderella dan Putri Aurora, lalu meletakkan kepala diantara keduanya. "Eh, kalau dari sini kedengaran!"
Semua anak langsung mencondongkan kepala mendekat. Saya sudah tertawa terbungkuk-bungkuk di belakang.
Satu lagi yang harus saya ceritakan. Saat mereka bermain peran menjadi tokoh-tokoh dewasa, pertanyaan mereka tetap pertanyaan anak-anak. Banyak daftar pertanyaan itu yang memuat pertanyaan seperti ini:
" Siapa teman anda di kantor?"
" Apa makanan kesukaan anda?" yang dijawab dengan "spaghetti" oleh semua tokoh dan disambut anggukan setuju oleh semua pewawancara.
Ya. Itulah dua harta benda mereka : teman dan spaghetti.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment