Sekali lagi, ada yang bertanya, akan ke mana anak-anak yang sekolah di sekolah-sekolah alternatif** setelah mereka lulus nanti.
Teman saya yang menulis email;
… beberapa orang ngasih gue masukan kalo anak2 keluaran alternative school susah terintegrasi dengan lingkungan (baca : sekolah baru & masyarakat sekitar) yang tidak "seideal" alternative school tersebut... Bahkan banyak diantara siswa/i tsb akhirnya yang jadi "liar"... karena tidak biasa mendapat pelajaran yang terjadwal…
Benarkah anak-anak itu akhirnya jadi liar?
Liar. Saya yakin, murid-murid di kelas saya akan dianggap liar oleh guru-guru yang tidak biasa melihat anak-anak bertanya dan berpendapat sesuka hatinya. Saya pikir, orangtua-orangtua yang beorientasi akademis dan berharap melihat anak-anak duduk manis belajar membaca buku teks pelajaran juga akan menganggap saya guru yang tak kompeten kalau mendapati kelas saya berantakan dengan buku dan kertas berserakan, juga anak-anak yang mengoceh sambil berbaring-baring di lantai. Belum lagi anak-anak tidak menulis dengan indah di atas kertas bergaris. Mereka senangnya menulis besar-besar dengan spidol.
Saya tidak heran. Saya pun punya dugaan bahwa murid-murid saya itu akan dianggap liar suatu hari nanti. Mereka dan orang-orang yang menganggap mereka liar punya dua persepsi berbeda tentang belajar.
Orang-orang yang menganggap mereka liar punya persepsi bahwa belajar berarti duduk manis di hadapan buku teks pelajaran selama berjam-jam. Belajar berarti mendengarkan guru dengan perhatian penuh dan tidak bergerak sesentipun selama berjam-jam. Belajar, berarti menahan diri.
Bagi murid-murid saya, belajar berarti melepaskan diri. Melepaskan diri untuk mencari tahu lewat apa saja; bertanya sepuas hati, seru sendiri membaca buku, menonton film, dan mengamati segala sesuatu. Murid-murid saya terbiasa melepaskan diri untuk menggambar dan menulis sesuka hatinya, mengekspresikan apa yang ia tahu, apa yang lucu, dan apa yang mengkhawatirkan. Mereka bahkan melepaskan diri untuk tenggelam dalam pekerjaan-pekerjaan yang mereka senangi.
Semua uji coba, pertanyaan, dorongan rasa ingin tahu, dorongan untuk mengekspresikan diri sebebas itu, akan dianggap liar oleh mereka yang tidak mengerti.
Benarkah anak-anak tidak bisa belajar dengan terjadwal?
Iya sih. Saya baru ingat kejadian kemarin di kelas. Saat ini kami sedang sibuk mempersiapkan diri untuk mendongeng dan melakukan presentasi tentang benua.
Sebelum bel berbunyi, kelas saya sudah hiruk pikuk. Anak-anak yang baru datang langsung menyimpan tas, lalu mengambil pekerjaan yang belum selesai dan mulai asyik mengerjakan. Mereka terus bekerja sambil menjelaskan pada teman lain yang bertanya. Mereka bahkan tidak mendengar bunyi bel yang saya bunyikan, tanda waktu belajar sudah dimulai.
Mereka sudah mulai duluan sebelum jadwal belajar dimulai. Tetapi justru saat itu saya tahu apakah si anak mengerti atau tidak dengan apa yang sedang ia kerjakan. Saya juga tahu apakah mereka berminat atau tidak, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan teman sekelompok maupun lain kelompoknya.
Benarkah anak-anak tidak bisa belajar dengan tenang?
Seringkali kelas saya sunyi sepi tanpa suara selama beberapa jam. Semua orang sibuk mengerjakan pekerjaannya dan bergeming walaupun ada petir. Saya belajar bahwa anak-anak bisa bekerja dengan tenang dalam jangka waktu lama ketika tugas itu dapat mereka tangani dengan baik dan memiliki makna. Mereka tahu mengapa mereka mengerjakan tugas itu.
Teman, anak-anak yang sekolah di sekolah alternatif itu pasti liar. Liar dalam istilah yang digunakan orang-orang dengan standar patuh dan pintar konvensional. Tapi saya berharap anak-anak liar ini adalah anak-anak yang pemberani, anak yang berani menyatakan dirinya dan melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan.
Ya, ada sedikit kekhawatiran bahwa mereka tidak bisa sepenuhnya beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Saya jauh lebih khawatir kalau mereka akhirnya tidak bisa membuat perubahan apapun di lingkungannya, dan mengekor pada keadaan yang ada sekarang ini.
* Anak-anak Liar adalah salah satu judul buku kesukaan saya waktu saya masih kecil. Pengarangnya Enid Blyton.
** Saya tidak menganggap sekolah tempat saya mengajar adalah sekolah alternatif. Mungkin istilah alternatif dalam tulisan di atas merujuk pada sekolah yang tidak menggunakan cara konvensional dengan murid banyak, bangku berderet dan guru mengoceh.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
7 comments:
Tia, makasih ya udah balas pertanyaan gue yang cukup panjang itu mengenai alternative school...
Yup, akhirnya dugaan gue emang terbukti kalo alternative school emang perlu dikombinasikan dengan good parenting practice biar hasilnya optimal...
Btw, jadi "pengen malu" pertanyaan gue masuk ke blog elo ini yang lalu lintasnya rame banget :p
Luv,
Anna
Maaf ya Na...
emailnya dipublish begitu saja. Hanya untuk topik aja kok...
Thanks for sharing.
Ngomong-ngomong, lalu lintas blog ini cukup sepi kok. Nggak rame. :D
Bu Tia..
Aku suka sekali sekolah ibu Tia..
-putri
buTi... gue masih tetap ngga habis pikir... kenapa orang2 memakai kata "alternatif" untuk sistem pembelajaran seperti ini.. ini sama aja dengan sebuah artikel di koran yang berjudul "Biji Jarak sebagai alternatif pengganti formalin"... lho??.. kok yang alternatif justru yang "aman" dan "natural"?? ya tapi biar deh orang dengan pemikiran sendiri2 toh... mereka tau pasti apa yang mereka pikir terbaik untuk anak2.. termasuk kita sendiri juga demikian..
alternatif itu sesuatu yg bisa jadi pengganti ato pilihan laen dari yg ada kan artinya? jadi hanya segitu fungsi dari sekolah alternatif itu? mnrt g ga sepenuhnya begitu ya, ti...
bukankah dengan semakin banyaknya 'sekolah alternatif' itu sendiri harusnya ngebuat orang tua bisa lebih kritis dan terbuka menilai anak akan jadi liar ato ga? kita tidak menutup pilihan, ato membuat pilihan itu menyempit, tapi kita harusnya semakin kritis dan 'liar' jg memilih alternatif" yg ada. dan lagi mnrt g, istilah liar tidak selalu berarti negatif, toh?
well, menurut gue liar itu konotasinya memang negatif.
jinak artinya pasti positif bukan? hehehhe.
Benar, alternatif berarti pilihan. Tepatnya pilihan diantara dua atau beberapa kemungkinan (KBBI). Jadi terserah orangtua mau nyekolahin anaknya di sekolah seperti apa. Setiap orang tua pasti punya pertimbangan sendiri. Cocok atau enggak sama sistemnya, biayanya, filosofinya, etc etc etc.
Menurut gue nggak ada yang salah. Kenapa salah nyekolahin anak di sekolah agama, sekolah negeri, atau jenis-jenis sekolah yang lainnya. Yang penting cocok sama cara berpikir orangtuanya.
Dan, ini kenyataan, bahwa ada orang yang menganggap anak-anak yang kebanyakan tanya dan nggak bisa duduk diam itu liar dan nggak sopan.
Post gue cuma mau menjelaskan bahwa ada dua persepsi yang berbeda menyangkut satu behavior. Ada orang yang menganggap behavior itu liar, sementara ada juga yang tahu bahwa behavior itu wajar muncul pada anak yang sedang belajar.
wah, sampe buka2 kbbi. THE BIG RED
hehehe...
buat gw liar itu baik kok, cuman emang sebagai 'lion tamer' emang kudu bisa ngejaga 'keliaran' (bukan jalan2 -red) itu. seekor singa, walaupun udah bisa dijinakkan, harus tetep liar.
Post a Comment