Tuesday, July 05, 2005

Dengan Hati

Salah satu teman diskusi saya yang terbaik adalah ayah saya. Darinya saya belajar banyak tentang hidup dan bekerja. Kami sering berbeda pendapat, tapi beliau adalah salah satu orang yang bisa menerima kalau kami berbeda pendapat.

Pembicaraan yang sering mengalir di antara kami adalah obrolan tentang pengalamannya menjadi orang tua. Menjadi orang tua juga melalui proses belajar, katanya. Karena tidak ada yang pernah menjadi orang tua sebelumnya. Acara ngobrol-ngobrol tentang topik ini makin menghangat sejak saya kuliah di fakultas psikologi.

Mungkin kutipan saya tidak persis sama, tapi saya selalu ingat bahwa ayah saya bilang, ia tidak pernah tahu apakah caranya membesarkan kami benar atau tidak. Saya kemudian bertanya, lalu bagaimana dulu papa mengambil keputusan ketika membesarkan kami.

Karena sayang, jawabnya. Saya hanya membayangkan bahwa saya menyayangi kamu, saya tidak ingin menyakiti kamu.

Rasa sayang itu menjadi panduan instinktif baginya untuk menjadi orang tua. Rasa sayang itu membuat saya, adalah seorang manusia juga di hadapannya. Saya bukan properti atau benda milik.

Sekarang saya belum menjadi orang tua. Kelak kalau saya menjadi orang tua, mungkin panduan hati itu yang akan saya gunakan. Bukan buku-buku developmental psychology yang saya punya.

Kalau anda bertanya, mengapa dan bagaimana saya menjadi guru yang seperti ini. Saya hanya ingin menjawab bahwa seringkali saya tidak punya penjelasan scientific atau filosofis dibelakangnya. Saya sudah mulai mencontoh ayah saya, berhubungan dengan orang lain menggunakan hati.

Karena saya sayang sekali pada murid-murid saya.

4 comments:

Anonymous said...

Begitu menginspirasi... Boleh saya kutip untuk menginspirasi teman-teman saya lainnya?

Tia said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...

Silakan...

alma said...

hal yang sama juga terjadi pada ayah saya. dia adalah orang paling pendiam yang pernah saya temui. saya tidak pernah mengobrol (dengan definisi apapun) dengannya. tapi kemudian saya menyadari bahwa saya sungguh beruntung memiliki ayah seperti dia yang meski tampaknya sangat irit dalam berkata tetapi sangat kaya dalam memberi anak-anaknya pengetahuan melalui buku-buku, film-film, dan lagu-lagu. ditambah lagi dengan ibu yang dengan besar hati memutuskan menjadi ibu rumah tangga dan berusaha sekuat tenaganya memelihara ketiga anak yang selalu meminta ini itu. ia adalah partner yang sempurna untuk ayah saya. setidaknya mereka memiliki prinsip yang sama untuk membiarkan anak-anaknya memilih jalan apa yang mereka tempuh, dalam segala aspek. hal-hal inilah yang saya rasa berperan besar sekali dalam menjadikan saya seperti saya sekarang ini. bedanya, saya belum mampu mencontoh kedua orang tua saya. dan karena itu, selamat buti! i bet that feels good as hell!! ;)